About Me

Rabu, 21 Oktober 2015

BNP2TKI Dorong Penempatan TKI Tanpa Biaya

JAKARTA - ‎ Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) membuat terobosan dengan melakukan pembinaan kepada PPTKIS sehingga mampu menempatkan TKI tanpa biaya.
Hal tersebut dilakukan untuk menghindari‎ para TKI terjerat praktik pinjaman biaya pemberangkatan yang membuat mereka harus dipotong gajinya hingga berbulan-bulan.
Menurut Kepala BNP2TKI, Nusron Wahid, hingga saat ini baru ada satu-satunya PPTKIS yang membebaskan biaya pemberangkatan bagi para TKI, yakni PT Pademangan Lestari Semesta di Tangerang.
‎"Sampai saat ini baru satu-satunya PPTKIS yang membebaskan biaya penempatan yaitu PT Pademangan ini," katanya saat kunjungan kerja di Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) milik PT. Pademangan Lestari Semesta, di Tangerang, Minggu (18/10/2015).
‎Nusron mengatakan, pemberangkatan TKI tanpa biaya ini menganut Electronic Industry Citizenship Coalition Code of Conduct. Yaitu sebuah norma yang diterapkan bahwa perusahaan industri elektronik tidak boleh memungut biaya terhadap tenaga kerja. ‎Adapun biaya penempatan tenaga kerja harus ditanggung perusahaan pengguna.
Nurson menambahkan, pemerintah saat ini juga berusaha meningkatkan kesejahteraan para TKI. Salah satunya dengan mendorong kenaikan gaji Buruh Migran Indonesia (BMI), kendati di sisi lainnya juga terus berupaya menurunkan biaya penempatan hingga menghapusnya.
TKI, sambung Nurson, yang bekerja di sektor rumah tangga dibebani biaya yang tinggi. Hal itu tentunya sangat memberatkan TKI. Apalagi, kata Nusron, pemungutan biaya yang tinggi itu terjadi karena adanya calo maupun sponsor. Sehingga diingatkan bagi yang ingin bekerja ke luar negeri jangan melalui calo atau sponsor tetapi langsung saja mendaftar ke PPTKIS.
"‎Jangan sampai arti BMI adalah Buruh Melarat Indonesia, berangkat jual sawah, pulang jual rumah," seloroh Nusron.
‎Deputi Penempatan BNP2TKI, Agusdin Subiantoro menambahkan, mereka yang bekerja di bidang elektronik harus mampu bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain bahkan dengan mereka yang bergelar sarjana.
Menurut Agusdin, ‎mereka diberikan standart gaji 20.000 NT$, ditambah overtime ditaksi akan memperoleh sekira 25.000NT$ per bulan. Hal itu diperoleh dengan fasilitas yang disediakan berupa makan, asrama, dengan kontrak kerja tiga tahun dan dapat diperpanjang kontrak kerjanya.
Saat ini di Compaq Taiwan saja setidaknya ada 600 orang TKI dari 3.000 tenaga kerja yang kerja di Compaq Taiwan.

Tki Berangkat tanpa biaya penempatan

Wajah ceria tergambar pada wajah-wajah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang pamitan kepada Kepala BNP2TKI Nusron Wahid untuk berangkat bekerja ke Taiwan.
Kegembiraan itu terpancar dari wajah Lukman, Dian Oktoria, Jami dan Warno. Mereka adalah bagian dari 200 orang TKI yang akan bekerja di Compaq Manufacturing Taiwan, yang akan diterbangkan secara bertahap, mulai Senin, 19 Oktober 2015.
Warno (36 tahun) TKI asal Madiun salah satu perwakilan TKI yang akan berangkat dan bekerja di Compaq mengapresiasi BNP2TKI. Hal itu karena dalam proses penempatan tidak dipungut biaya sepeserpun oleh Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang memberangkatkannya.
"Karena Bapak sudah melakukan perbaikan dalam proses penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri.  Kami juga berterima kepada PT Pademangan Semesta Lestari yang memproses dengan profesional dan ikhlas sehingga kami dapat berangkat ke Taiwan sesuai yang dijadwalkan," ujar Warno.
Lukman (28 tahun) dan Jami, secara bergantian mengatakan senang sekali sudah akan diberangkatkan. Mereka juga membenarkan gaji pokoknya sesuai Perjanjian Kerja (PK) sebesar 2.008 dolar Taiwan per bulan, mereka bekerja 4 hari kerja, 2 hari libur per minggu, dan pada saat libur akan dipergunakan untuk bekerja lembur.
Saat ditanya berapa nanti yang diterima dari gaji pokok dan lembur, Lukman dan Jami menjelaskan, besaran upah yang akan diterima sebesar 28.000 dolar Taiwan, atau setara Rp 12,04 juta per bulan.
Para TKI ini sama sekali tidak dipungut biaya untuk proses penempatannya di Taiwan. Hal ini  diketahui pada waktu acara Pelepasan TKI zero cost (tanpa biaya) yang diproses oleh PPTKIS Pademangan Semesta Lestari di Tangerang, Minggu 18 Oktober 2015.
Warno juga berharap proses penempatan zero cost ini dapat diikuti oleh PPTKIS lainya agar dapat menerapkan zero cost untuk bidang pekerjaan lainya. Warno berpesan kepada sesama TKI, agar ketika bekerja ke luar negeri supaya dapat menghemat, bergaul dengan benar, agar ketika kembali ke Indonesia menjadi makmur.
Sementara itu, Kabag Humas BNP2TKI Haryanto menerangkan, oleh negara-negara lain yang mengisi pasar kerja untuk bidang elektronik ini, tenaga kerja yang dikirim sudah pada level sarjana.
"Oleh karena itu Indonesia untuk bersaing dengan negara lain tersebut, harus meningkatkan kompetensi calon TKI maupun tingkat pendidikan calon TKI," kata Haryanto.

Selasa, 20 Oktober 2015

Ingin Membahagiakan orang Tua ?
Ingin Jadi Jutawan Muda?
Baru lulus sekolah bingung kuliah apa kerja ?
Solusi Nyata Buat mimpi Anda Menjadi kenyataan
Mari Bergabung Bersama kami
Menjadi setitik cahaya yg membawa perubahan bagi keluarga
Mari Bekerja Ke Korea
Gaji puluhan Juta
Resmi Program G TO G
Syarat : Pria & Wanita Usia min.18 tahun & Maksimal 39 tahun
Sehat Rohani & Jasmani
Pendidikan Minimal Smp/Paket B
Lulus Tes Eps-Topik Pendaftaran di buka s/d tanggal 10 november 2015
Syarat pendaftaran :
mengisi formulir pendaftaran
Membayar biaya pendaftaran 50ribu
Syarat Document :
Fotocopi Ktp 3Lembar
Pas poto 3x4 3Lembar
Fotocopi Ijazah 3 lembar Materai 6000 selembar 

kelas di bagi 2
kelas Reguler senin s/d minggu ( jumat libur) pukul 08.30 s/d 15.30
Kelas Karyawan Jam tergantung kesepakatan
biaya diklat 3 juta sampai lulus tes bisa di cicil 3 bulan lama belajar sampai lulus tes
Gratis buku modul, Atk, Seragam Gratis Mengulang materi Gratis Konsultasi
More Info : LPK JINJU SUKABUMI jalan lembur km 11 ds/kec.sukalarang perbatasan sukabumi cianjur depan kantor kec.sukalarang 0856-9345-6704 / 087720988203

Pin BB : 582BC559 / 269C5BB1
email : lpkjinju@gmail.com
Alumni kami yang sudah bekerja di korea bisa di lihat di fb kami

Fb :lpkjinjusukabumi
Adapun bidang pekerjaan yang ditawarkan adalah sektor Manufaktur, meliputi:
  1. Pembuatan Makanan dan Minuman.
  2. Pengolahan Tembakau.
  3. Pengolahan Tekstil.
  4. Pengolahan Produk Bulu Hewan.
  5. Pewarnaan Pakaian dan Pembuatan Produk Kulit.
  6. Pengolahan Pulp dan Kertas.
  7. Pengolahan Bahan Bakar Batubara,Minyak dan Nuklir.
  8. Pembuatan Bahan Kimia.
  9. Pengolahan karet dan Produk Plastik.
  10. Pengolahan Bahan-bahan bukan Logam.
  11. Pengolahan Bahan Mentah Industri Besi.
  12. Pengolahan Bahan Hasil Industri Besi.
  13. Pembuatan Mesin Pendukung Industri.
  14. Pembuatan Komputer dan Peralatan Kantor.
  15. Pembuatan Peralatan Listrik.
  16. Pembuatan Peralatan Eletronik,Video dan Audio serta Alat Komunikasi.
  17. Pembuatan Peralatan Medis,Presisi dan alat Optikal ( Jam ).
  18. Industri Mobil dan Suku Cadang.
  19. Industri alat Transportasi lain, dan Suku Cadang.
  20. Industri Furniture dan Produk-produk Furniture.
  21. Industri Pemerosesan Bahan Daur Ulang dan Produk-produk Daur Ulang.
Adapun prosedur penempatan TKI Korea Program G to G adalah sebagai berikut:
  • Pendaftaran online ujian EPS-TOPIK
  • Verifikasi data lamaran di BP3TKI/LP3TKI/UPTP3TKI
  • Pengambilan kartu ujian di BP3TKI/LP3TKI/UPTP3TKI
  • Pelaksanaan ujian PBT EPS-TOPIK sesuai dengan lokasi yang ditentukan
  • Bagi yang lulus dapat mengambil sertifikat kelulusan dan formulir lamaran di BP3TKI/ UPTP3TKI/ LP3TKI
  • Entry data dan sending ke HRD Korea oleh BNP2TKI (Setelah Anda lulus ujian EPS-TOPIK kemudian nama anda akan dimasukkan dalam roster (daftar) pencari kerja, dan proses selanjutnya adalah menunggu user/perusahaan untuk memilih anda bekerja.
  • Bagi yang terpilih oleh User akan menerima SLC (Standard Labor Contract) dari HRD Korea
  • Bagi yang telah menerima SLC, akan diumumkan untuk mengikuti Preliminary Training oleh BNP2TKI
  • Penerbitan Rekomendasi Visa (CCVI), pengurusan VISA ke Kedutaan Korea dan Panggilan Keberangkatan oleh Imigrasi, BNP2TKI dan Kedutaan Korea
  • Pemberangkatan dan Kelengkapan Dokumen ke Korea
  • Tiba di Korea

Selasa, 13 Oktober 2015

Sejarah g to g

SEJARAH PENGIRIMAN TENAGA KERJA INDONESIA KE
KOREA SELATAN ( Habis )

C.  Tenaga Kerja Indonesia untuk Korea Selatan

1.  Alasan TKI ke Korea Selatan
Kerjasama pengiriman TKI terjalin dengan beberapa negara di berbagai pelosok benua. Para tenaga kerja yang bekerja di luar negeri  terjadi akibat kebutuhan akan tingkat ekonomi  dan terus bertambah tiap tahunnya. Jika ditinjau  secara khusus,  dari segi kepentingan pengiriman  bukan hanya dari pihak pemerintah namun juga dari pihak  individu. Kepentingan ini yang menjadi alasan TKI berkeinginan ke luar negeri, seperti ke Korea Selatan.  TKI yang bekerja ke Korea Selatan tentu memiliki alasan mengapa lebih memilih bekerja di luar negeri dibandingkan di tanah air.
Pertama,
TKI Korea merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada pada standar hidup ekonomi lemah sehingga harus mencukupi kebutuhan hidup dan keluarga dengan penghasilan lebih. Besar jumlah  upah  merupakan  sumber utama TKI  memilih bekerja di Korea. Ini disebabkan  penghasilan yang didapat dengan bekerja di  Korea  merupakan  penghasilan dalam mata uang asing dan didasarkan pada standar kehidupan yang lebih tinggi dibandingkan di Indonesia.  Di Korea Selatan,  MOEL  mengeluarkan kebijakan mengenai Upah Minimum Regional (UMR)  yang terbilang besar.  Dengan upah yang lebih menarik tentu membuat sebagian kalangan yang tidak memiliki pekerjaan
tetap atau sama sekali tidak memiliki pekerjaan, lebih memilih bekerja di luar negeri.
upah dari tahun ketahun semakin bertambah. Untuk tahun 2014, MOEL mengumumkan bahwa UMR untuk TKI yang bekerja di Korea sebesar 5.210 Won per jam atau sekitar Rp 58.586,4 per
jam  dengan hitungan 1 Won = 11,245  Indonesian rupiah. Untuk satu  bulan tahun 2014 sejumlah 1.088.890 Won terhitung 40 jam/minggu.Sehingga, upah TKI untuk tahun ini kurang lebih sebesar Rp 12.244.568,- per bulan di luar upah lembur. 
Kedua,
alasan TKI lebih memilih bekerja di Korea Selatan adalah karena negara tersebut merupakan salah satu negara maju diantara negara-negara penerima TKI lainnya. Korea Selatan adalah negara yang masuk dalam wilayah kawasan pasar dunia terbesar dan merupakan pusat produksi, dimana
diperkirakan akan menjadi motor penggerak utama di pasar ekonomi dunia. Korea memiliki usaha sukses di kelas dunia seperti  industri permobilan, besi baja, perkapalan, semi konduktor, display, Informasi dan Teknonolgi (IT), dan sebagainya. Sumber daya manusia yang berkualitas serta lingkungan industri yang terbaik merupakan kekuatan utama yang dimiliki oleh Korea. Semangat pendidikan orang Korea  juga  telah dikenal luas di dunia. Selain itu, Korea Selatan menyediakan layanan jaringan internet yang tidak terbatas akan tempat yang menjadikan negara dengan penduduk yang memiliki akses internet terbanyak di dunia.
2.  Proses Pengiriman TKI ke Korea Selatan
Proses pengiriman TKI ke Korea Selatan melibatkan berbagai instansi
antar dua pihak sesuai yang tercantum dalam  MoU.  Dari Indonesia yang
terlibat adalah Kemnakertrans dan BNP2TKI, sedangkan dari Korea Selatan
yaitu  MOEL  dan  HRD  Korea yang terbagi atas dua yaitu perwakilan
pemerintah Korea yang berada di Indonesia dan HRD Korea  yang berada di
Korea Selatan. Dari semua instansi tersebut memiliki tugas dan fungsi masing-
masing. Berikut tugas dan fungsi berdasarkan MoU
a.  Kemnakertrans  sebagai lembaga pemerintah yang terutama bertanggung jawab untuk pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Korea Selatan.
b.  BNP2TKI sebagai lembaga yang diberi tanggung jawab langsung oleh Kemnakertrans yang mengambil bagian dalam proses pengiriman di bawah nota kesepahaman.
c.  MOEL  sebagai lembaga  yang mempekerjakan pekerja asing  sesuai dengan UU Ketenagakerjaan pekerja  asing  yang berada di Korea Selatan.
d.  HRD Korea sebagai penerima dan lembaga uji keterampilan, termasuk membuat pengumuman tes, menerima aplikasi, membuat pertanyaan tes, dan melakukan tes sesuai dengan UU Ketenagakerjaan bagi pekerja asing. Proses pengiriman dimulai pada tahap perekrutan CTKI. Perekrutan memiliki berbagai syarat yang dimulai dari sesi pendaftaran, penyeleksian, dan penerimaan. Pada saat sesi pendaftaran para CTKI  diharuskan menyiapkan segala keperluan berupa syarat yang telah ditentukan oleh pihak BNP2TKI. Pihak BNP2TKI akan memproses berkas yang layak untuk diikutkan ke tahap berikutnya.
 Syarat umum bagi CTKI adalah:
 a) Pria ataupun wanita berusia antara 18 hingga  39 tahun;
 b)Pendidikan  minimal tamatan SMP sederajat;
 c)  Tidak  memiliki catatan kriminal (berkelakuan baik);
 d) Berbadan sehat dan tidak dilarang bepergian ke luar negeri.

Pada proses penyeleksian dalam pengiriman TKI ke Korea Selatan, sebagai bahan utama yang juga sesuai dengan EPS  adalah perlu pembuktian dalam penguasaan bahasa Korea  sebagai syarat awal kelulusan berkas. Ini menjadi hal penting mengingat kasus-kasus  dibeberapa negara  yang banyak
menuai korban terhadap perampasan HAM adalah dari kesalahpahaman dalam komunikasi karena kurangnya pengetahuan dan pengertian  terhadap bahasa tempat TKI dipekerjakan. Sebagai bukti dari penguasaan bahasa, sebelumnya CTKI harus menunjukkan sertifikat telah mengikuti dan mengusai bahasa Korea minimal basic. 
Setelah  CTKI  dinyatakan lulus berkas,  pihak dari BNP2TKI mengirimkan pemberitahuan mengenai ujian atau tes yang harus diikuti. Ujian ini dinamakan  EPS-TOPIK  sebagai awal dari penerimaan  CTKI ke Korea yang telah ditetapkan dalam  MoU.  Para CTKI harus mengikuti beberapa mekanisme yang telah disepakati oleh  HRD Korea dengan  persetujuan dari MOEL.
Mekanisme meliputi uji kemampuan Bahasa Korea atau EPS-TOPIK, dalam hal ini  dilakukan melalui ujian tulis atau dinamakan  Employment Permit System-Test of Profiency in Korean Paper Based Test  (EPS-TOPIK PBT).  Tes EPS-TOPIK berupa uji kemampuan grammar,  listening,  reading, dan writing dengan menggunakan Bahasa Korea. Tes tersebut dilaksanakan di
beberapa universitas-universitas negeri dan swasta di Indonesia, seperti:
Universitas Esa Unggul Jakarta , Universitas Ikopi Bandung , Universitas DR.Soetomo Surabaya , Uns Solo.
 Berikut tahap-tahap penyeleksian bagi program G to G:
a.  Pembagian sertifikasi  EPS-TOPIK  dan formulir pendaftaran; yaitu dimana  CTKI yang telah mengikuti tes EPS-TOPIK  dan dinyatakan lulus akan dibagikan sertifikat kelulusan tes yang selanjutnya diberi formulir kepada CTKI sebagai pelamar ke perusahaan Korea. Sertifikat ujian berlaku selama dua tahun, sehingga dalam kurun waktu tersebut CTKI harus mendapatkan pekerjaan.
b.  Pemasukan lamaran; merupakan tahap mengumpulkan dan melengkapi data diri sebagai pelamar.
c.  Sending  data ke Korea Selatan; merupakan pengiriman data pelamar atau CTKI  ke Korea yang kemudian dilanjutkan ke perusahaan yang akan merekrut.
d.  Proses  Standard Labor  Contract  (SLC); adalah tahap dimana pihak perusahaan akan mengirimkan kontrak kerja atau SLC kepada pelamar yang dipilih. Hal ini dimaksud bahwa CTKI dinyatakan diterima sebagai calon pekerja di perusahaan yang menerima lamaran pekerjaan. 
e.  Pembayaran iuran; CTKI diwajibkan membayar iuran sejumlah Rp.6.455.000,-  guna melengkapi dokumen keberangkatan seperti; pembiayaan paspor, visa kerja, sertifikat kesehatan, kontrak kerja
(SLC), tiket pesawat,  asuransi, transportasi domestik, dan biaya preliminary training.  62
 f.  Mengikuti  Preliminary training;  merupakan sesi pelatihan yang diberikan sebelum CTKI diberangkatkan ke Korea.  Berikut tahap Preliminary Training: Pelatihan ini diberikan kepada CTKI selama  10 hari oleh BNP2TKI. Pelatihan dilaksanakan di gedung  Korean Indonesian Technical and Cultural Cooperation (KITCC). 
g.  Pengumuman; dimaksudkan bahwa pada sesi ini CTKI akan diberitahukan mengenai jadwal keberangkatan ke Korea. Pada proses penerimaan, TKI yang  tiba di Korea akan dijemput di Bandar Udara Internasional Incheon kemudian  dibawa menuju tempat karantina untuk diberikan training. Training dilakukan oleh pihak HRD Korea di Seoul. Selama  training, para TKI mendapatkan beberapa pemaparan mengenai kondisi kerja, pengenalan budaya setempat, dan perlindungan dalam
keselamatan kerja yang tidak jauh berbeda dengan  training  yang diberikan sebelum pemberangkatan. Namun yang membedakan dengan  training  yang berada di Korea adalah tim pengajar yang merupakan orang Korea dan dibantu oleh penerjemah dari Indonesia. 
Sebagai tenaga kerja  low-skill, TKI diberikan  training  maupun pengetahuan mengenai kondisi negara tujuan dan tempat mereka bekerja. Selama karantina,  TKI juga melakukan pemeriksaan kesehatan dan jika diketahui terdapat TKI yang sakit, selanjutnya akan dipulangkan kembali. Proses karantina berlangsung selama kurang lebih  dua  hingga tiga hari sebelum terjun ke industri atau tempat kerja. Setelah melewati masa karantina, masing-masing dari TKI akan dijemput oleh pihak perusahaan yang merekrut. 
3.  Kondisi Kerja TKI di Korea Selatan
TKI yang bekerja di Korea  sesuai dengan SLC dapat bekerja selama tiga tahun dan dapat diperpanjang selama 1 tahun 10 bulan, sehingga TKI dapat berada di Korea paling lama selama 4 tahun 10 bulan. TKI yang bekerja di Korea  rata-rata memiliki pembagian dua  shift, yaitu  shift  pagi dan  shift malam. Pembagian dua  shift  tersebut adalah delapan jam per-shift dan diluar dari waktu delapan jam merupakan jam lembur, yaitu pukul 22:00 malam hingga  pukul  06:00 pagi. TKI memperoleh tambahan waktu kerja untuk lembur dapat disesuaikan melalui kesepakatan kontrak kerja. Sedangkan untuk waktu libur pemilik perusahaan akan memberikan waktu libur satu hari atau lebih dalam seminggu dan memberikan libur pada hari-hari nasional. Jika TKI tetap diminta bekerja pada hari libur nasional, TKI berhak mendapat upah tiga kali dari hari biasa.  Selama menjadi TKI Korea, pekerja tidak diperkenankan pindah tempat kerja  kecuali ada kesepakatan antara kedua pihak. TKI hanya akan diberikan maksimum tiga kali pindah sesuai perpanjangan kontrak. Selain itu,
TKI diberikan jangka cuti selama satu kali dalam setahun selama satu bulan sesuai dengan SLC.  Jangka waktu cuti ini ditentukan oleh surat izin dari perusahaan tempat TKI bekerja.  Namun,  kebijakan terhadap kontrak  untuk memperoleh cuti kerja diberikan berbeda-beda di tiap perusahaan. 
Berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan untuk TKA yang terlampir dalam MoU, TKI dapat kembali bekerja atau  re-entry  di Korea setelah masa kontrak kerja habis melalui  recom  (calling visa). TKI  recom merupakan program pemberian visa tambahan bagi TKI yang telah menyelesaikan masa kontraknya selama 3 atau hingga 4 tahun 10 bulan untuk kembali bekerja di Korea dengan perijinan durasi 4 tahun 10 bulan dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan.   
TKI  recom  terbagi atas dua macam, yaitu TKI loyal dan TKI  non-loyal. TKI loyal merupakan TKI yang dapat bekerja kembali di Korea selama 4 tahun 10 bulan dengan syarat; tidak pernah berpindah perusahaan selama kontak pertama, berpindah perusahaan diijinkan selama kepindahan disebabkan kesalahan dari perusahaan, dan harus memperbaharui SLC dengan perusahaan yang sama minimum satu tahun atau lebih. TKI loyal tidak perlu mengikuti ujian EPS-TOPIK dan  preliminary training  dan diharuskan cuti atau meninggalkan Korea selama tiga bulan sebelum kembali ke Korea.
Pada TKI  recom  non-loyal merupakan Eks-TKI yang dapat kembali bekerja di Korea dengan terlebih dahulu kembali ke Indonesia selama enam bulan karena selama bekerja di Korea sebelumnya pernah pindah perusahaan. TKI  recom  yang ingin kembali diharuskan melewati beberapa syarat yaitu; Eks-TKI yang berstatus visa E-9 dan tidak ilegal saat kembali ke Indonesia dan mengikuti tes EPS-TOPIK Computer Based Test  (CBT). Pada kasus ini, jika dibandingkan dengan TKI yang baru akan ke Korea, TKI recom non-loyal akan diprioritaskan dikirim terlebih dahulu ke Korea. 
Bagi TKI  re-entry  dapat memperoleh perubahan status TKA saat kembali bekerja di Korea dari sebagai status pekerja dengan visa E-9 atau low-skilled worker  ke status visa E-7 yaitu sebagai  high-skilled worker  atau pekerja terampil. Perusahaan akan mencalonkan satu orang TKI untuk status visa E-7 dari 50 TKA di perusahaan tersebut. Dengan status visa E-7, TKI dapat menetap di Korea dengan keuntungan yang lebih dibandingkan TKI berstatus visa E-9 dan dapat membawa keluarga untuk tinggal bersama. Hal ini berlaku bagi perusahaan yang berkeinginan memberikan status sebagai pekerja terampil.  Prosedur mengenai perolehan visa  E-7  keluar sejak 2011.
Syarat bagi TKI calon kepemilikan visa E-7 yaitu:
 1)Telah bekerja di perusahaan tersebut selama kurang lebih empat tahun;
 2)Memiliki ijasah S1, berumur 35 tahun kebawah;
 3)Mendapatkan sertifikat keterampilan sesuai dengan jenis pekerjaannya;
 4)Menerima gaji bulanan di atas rata-rata pekerja lainnya; dan
 5)Mendapat sertifikat Bahasa Korea level 3.
Selama di Korea Selatan, TKI memperoleh beberapa macam kesulitan, masalah, dan terdapat berbagai macam kegiatan untuk mengisi aktivitas para TKI.
a.  Kesulitan TKI di Korea Selatan
TKI yang bekerja di Korea Selatan pada dasarnya memperoleh beberapa kesulitan sebagai orang asing. Hal ini terjadi ketika seorang asing memasuki suatu wilayah yang baru, terlebih negara Korea yang memiliki banyak perbedaan dengan Indonesia. Kesulitan tersebut diantaranya; kesulitan
untuk berkomunikasi, kesulitan terhadap dampak perbedaan musim, kesulitan terhadap perbedaan makanan, dan kesulitan akan perbedaan budaya dan karakter.
1.  Kesulitan untuk berkomunikasi.
Indonesia dan Korea memiliki perbedaan bahasa yang sangat kontras. Hal ini tidak hanya dari lisan namun juga dari tulisan. Ini berbeda jika dibandingkan dengan TKI yang berada di Malaysia. Mereka akan memiliki kemudahan dalam memahami bahasa setempat karena masih satu rumpun dengan Indonesia. Meskipun TKI Korea telah mempelajari bahasa dan melulusi ujian KLPT, tetapi TKI masih mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Hal ini disebabkan karena ujian yang diikuti berupa penguasaan bahasa pada tahap dasar. Akhirnya, sering terjadi kesalahpahaman baik karena salah mengingat kosa kata ataupun belum mengetahui arti dari percakapan yang terjadi. 
2.  Kesulitan terhadap dampak perbedaan musim.
Korea Selatan adalah negara yang terletak di kawasan Asia Timur berbatasan dengan Korea Utara disebelah utara, Laut Kuning di sebelah barat, Jepang di sebelah Timur dan Selat Korea di Tenggara.
Hal ini menyebabkan Korea memiliki empat jenis musim yang sama dengan negara-negara di benua Eropa ataupun Amerika. Perbedaan musim ini menyebabkan beberapa TKI mudah terserang penyakit
akibat pergantian musim yang drastis dan suhu musim yang ekstrim. 
3.  Kesulitan terhadap perbedaan makanan. 
Meskipun Korea Selatan merupakan kawasan Asia, namun jenis dan cita rasa makanan yang dimiliki jauh berbeda dengan Indonesia. Makanan Korea banyak dipengaruhi oleh budaya, agama, dan musim yang dimiliki Korea Selatan. Makanan Korea dipengaruhi oleh budaya Cina yang membekas dari masa kerajaan sebelum terbentuknya Korea. Selain itu, agama yang dimiliki masyarakat Korea didominasi oleh Budha dan Kristen sehingga makanan  non-halal mudah ditemui. Musim yang sering berganti juga disesuaikan dengan makanan yang wajib dihidangkan. Hal ini membuat TKI harus menyesuaikan diri dengan makanan Korea.
4.  Kesulitan akan perbedaan budaya dan karakter.  
Budaya dan karakter orang Korea sangat mempengaruhi TKI selama di
Korea. Orang Korea terbiasa dengan budaya  ‘palli-palli’  atau cepat-
cepat dengan hasil yang sempurna. Hal ini terpengaruh dari keyakinan
orang Korea yang ingin maju ketika terpuruk akibat pasca Perang
Korea tahun 1953. Ini berpengaruh terhadap kinerja orang Korea yang
sering menambahkan jam kerja terhadap buruh lokal dan TKI. Selain
itu, karakter orang Korea cenderung arogan. Hal ini yang sering terjadi
di tempat kerja ketika TKI dimarahi atasan. Orang Korea yang
menganggap ini adalah hal yang biasa, tidak demikian dengan TKI
sebagai orang Indonesia yang cenderung ramah saat berkomunikasi.  
b.  Masalah TKI di Korea Selatan
Selama bekerja TKI rentan terhadap masalah di lokasi kerja. Masalah yang biasa diperoleh adalah saat TKI yang ingin berpindah perusahaan. Ini terjadi karena TKI yang merasa kurang puas dengan kondisi di lokasi kerja. Pada masalah ini, TKI tidak dapat berpindah perusahaan tanpa syarat yang
mendukung, dimana TKI hanya diperbolehkan  pindah perusahaan sebanyak tiga kali selama tiga tahun pertama dan dua kali untuk perpanjangan kontrak, yaitu 1 tahun 10 bulan. Sehingga, TKI diberi kesempatan dapat berpindah tempat kerja maksimum lima kali dalam 4 tahun 10 bulan. Syarat tersebut berlaku sejak ditetapkannya EPS sebagai sistem penerimaan TKI. Syarat bagi TKI jika ingin berpindah perusahaan adalah sebagai berikut:
1.  TKI dapat berpindah perusahaan jika masa kontrak dengan perusahaan sebelumnya telah habis;
2.  TKI dapat berpindah perusahaan jika atasan mengijinkan untuk
berpindah perusahaan;
3.  TKI dapat berpindah perusahaan jika TKI mendapatkan perlakuan tindak kekerasan dari majikan, baik verbal maupun fisik. Hal ini harus disertai bukti, seperti video;  
4.  TKI dapat berpindah perusahaan jika TKI mengalami ketidaksetaraan upah yang sesuai dengan UMR di Korea dan terdapat tunggakan upah bagi TKI; 
5.  TKI dapat berpindah perusahaan jika perusahaan tempat TKI bekerja bangkrut dan ditutup secara paksa oleh pihak yang berwenang. 
Masalah lain yang dapat terjadi adalah akibat lingkungan kerja yang buruk dan masih adanya pabrik yang menerapkan sistem lama yaitu, diskriminasi terhadap buruh TKA. Masalah tersebut berupa masih adanya diskriminasi upah yang tidak sesuai dengan waktu lembur TKI, bonus yang diperoleh buruh tenaga kerja lokal lebih besar dibandingkan TKI, pekerjaan yang ditekuni TKI terasa berat dan melelahkan, jam pulang kerja bagi buruh tenaga kerja lokal lebih cepat dibandingkan TKI, adanya jam lembur bagi TKI diluar kesepakatan hingga 12 jam hingga membuat TKI tidur di lokasi kerja, dan sulitnya bagi TKI muslim untuk melakukan ibadah karena jam kerja yang terkontrol. Diskriminasi ini juga  memberikan perlakuan kasar pada TKI baik secara verbal maupun fisik. Sebagai contoh pada sektor perikanan pada tahun 2010 terdapat kasus TKI yang tenggelam akibat terpaksa melarikan diri dengan meloncat dari kapal hingga TKI meninggal akibat hipotermia dan
terdapat 32 TKI pada tahun 2011 dengan kasus yang sama . Pada kasus  ini terjadi akibat TKI memperoleh tindak kekerasan  fisik dan verbal dari majikan.Selain itu, beberapa TKI dapat mengalami kecelakaan kerja, baik dari human error  itu sendiri maupun kesalahan pada mesin. TKI yang bekerja didominasi oleh pekerja sektor manufaktur, dimana TKI bertugas mengawasi
dan memilah serta menyusun perangkat-perangkat yang dibantu oleh mesin yang bekerja secara manual dengan menggunakan sistem robot, seperti Computer Numerical Control   atau CNC yang merupakan  sistem otomatisasi mesin perkakas yang dioperasikan oleh perintah  komputer dan  diprogram secara abstrak kemudian  disimpan dimedia penyimpanan.  Jika terjadi kesalahan, TKI akan mengalami kehilangan anggota tubuhnya atau meninggal dunia. Data menunjukkan TKI yang mengalami kecelakaan kerja selama satu tahun yaitu, 2006 adalah 227 orang dimana merupakan jumlah terbanyak ketiga setelah Cina dan Vietnam
c.  Aktivitas TKI di Korea Selatan
Selama masa kerja di Korea, TKI mengisi kegiatan mereka dengan berbagai macam aktivitas di luar jam kerja. Beberapa TKI ikut dalam
organisasi yang dibentuk oleh TKI. Organisasi tersebut berupa organisasi perkumpulan para TKI,
Organisasi para TKI dibentuk agar mereka dapat bersosialisasi mengenai informasi lingkungan kerja, sosialisasi dari pemerintah Korea atau pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan mengetahui lowongan kerja di Korea. Melalui organsisasi itu juga, para TKI dapat berkumpul dan
makan masakan kampung halaman sambil menonton bersama acara TV dari tanah air. Pemerintah Korea Selatan juga menyediakan ruang untuk organisasi TKI di pusat pelayanan TKA yang bernama Ansan Foreign Workers Center di Ansan. Selain di Ansan Foreign Workers Center, TKI juga biasa berkumpul di Warung Indonesia yang menjual makanan dan kebutuhan pokok yang diimpor
dari Indonesia. Organisasi TKI membuat beberapa acara yang bekerjasama dengan KBRI untuk Korea Selatan dan dibantu oleh beberapa warga negara Indonesia yang  berdomisili di Korea seperti mahasiswa dan pelajar dari Persatuan Perhimpunan Pelajar Indonesia di Korea (Perpika). Sebagai contoh organisasi ICC yang sering mengadakan agenda seperti; ICC Open untuk perlombaan
bulu tangkis, ICC Cup untuk pertandingan sepak bola, konser musik yang mengundang artis Indonesia dan seminar kegiatan bisnis. Beberapa TKI juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan Serikat Buruh Migran di Korea, sehingga bekerjasama dengan para  aktivis Korea. Kesemuanya dilakukan agar TKI tetap dapat survive di luar negeri sekaligus juga melepas kerinduan akan tanah
air.       Selama bekerja di Korea, TKI tidak hanya mengikuti kegiatan organisasi, namun beberapa diantaranya ada yang mengikuti kursus bahasa Korea guna mempermantap penggunaan bahasa mereka dan mengikuti program pendidikan melalui Universitas Terbuka (UT). Konsep UT yang
menerapkan sistem terbuka dan jarak jauh kemudian menghasilkan UT-Korea. Sistem terbuka dengan maksud pelajar dapat berasal dari kalangan usia muda ataupun tua yang telah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sistem belajar jarak jauh. UT-Korea dibentuk demi meningkatkan pendidikan dan ilmu secara formal untuk TKI. UT-Korea merupakan program yang
diusung KBRI untuk Korea Selatan, Universitas Terbuka di Indonesia dan mahasiswa dari Perpika sebagai wadah TKI untuk dapat mengenyam pendidikan S1.  Sistem belajar UT-Korea dilakukan dengan metode  ustream  atau belajar secara online dan tutorial tatap muka yang diadakan setiap hari minggu dengan menyewa ruang kelas yang berada di universitas di Korea. Kegiatan tersebut berlokasi di dua wilayah. Wilayah 1 yaitu: Seoul, Incheon, Suwon, dan Ansan. Wilayah 2 yaitu: Busan, Daegu, Changwon, Choenan, dan Daejon. Pengajar UT-Korea berasal dari dosen dari perguruan tinggi negeri atau swasta yang mengajar di Indonesia dan mahasiswa yang sedang
menyelesaikan pendidikan master (S2) dan doktor (S3) di Korea. Saat ini, UT-Korea memiliki kurang lebih 250 mahasiswa dan memiliki tiga jurusan, yaitu:
Manajemen, Sastra Inggris, dan Ilmu Komunikasi.   

SEJARAH PENGIRIMAN TENAGA KERJA INDONESIA KE
KOREA SELATAN ( PART II )

B.  Kebijakan Indonesia Terhadap Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia.

Sejak pengakuan Republik Indonesia dimata masyarakat internasional, Indonesia melakukan hubungan luar negeri ke beberapa negara yang seiring dengan itu berupaya melakukan hubungan diplomatik dengan negara-negara berkembang dengan mulai menunjukkan kemajuan  yang signifikan. Seperti terhadap  negara-negara kawasan Asia Timur, diantaranya Cina,  Jepang, dan
Korea Selatan.  Dalam aktivitas  hubungan  bilateral suatu negara  demi mempertahankan hubungannya, dibentuk kerjasama yang terbagi dalam berbagai bidang seperti  dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan sosial-budaya. Berbagai  bidang tersebut dipengaruhi oleh kepentingan  negara yang menjalin kerjasama.  Salah satu kerjasama yang dilakukan Indonesia adalah pengiriman
Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Hal ini dilakukan guna menekan tingkat pengangguran sehingga dapat memberikan perubahan dalam memenuhi kesejahteraan rakyatnya. Berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Bab IV pasal 31 menjelaskan bahwa, setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. Ini menjelaskan bahwa tiap warga negara Indonesia berhak memilih tempat kerja yang menurutnya layak demi mendapatkan upah untuk mensejahterakan dirinya. Mengingat sejarah pengiriman TKI, berbeda dengan kepentingan saat
ini.  dahulu tenaga kerja dikirim ke luar negeri oleh penjajah Belanda demi kepentingan sepihak. Pengiriman tersebut berlangsung tepat pada akhir abad ke-19 dimana saat itu Belanda mengirim TKI ke perkebunan-perkebunan kopi, kapas, dan gula di Suriname. Kemudian memasuki awal abad ke-20,
Kaledonia Baru menjadi daerah  TKI  yang dikirim  oleh pihak penjajah Belanda. Saat itu TKI yang dikirim adalah pria. Hal demikian yang menyebabkan terdapat banyak warga berdarah Indonesia yang berdomisili di negara tersebut. Sehingga untuk pengertian TKI  dahulu  berbeda dengan
dengan saat ini,  yaitu menurut Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2012, TKI  adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.Hal ini menjelaskan bahwa pengiriman dilakukan
agar TKI dapat memperoleh pekerjaan di luar negeri dengan alasan sulitnya memperoleh pekerjaan di dalam negeri.  Pengiriman TKI ke luar negeri dilakukan ke beberapa negara penempatan dan berbagai tahapan.  Terdapat  178  negara yang menjadi penerima tenaga kerja asal Indonesia.Negara tersebut mempekerjakan TKI dalam sektor formal dan informal.  Pada pengertiannya,  TKI formal adalah mereka yang bekerja di luar negeri pada berbagai perusahaan atau organisasi yang  berbadan hukum, memiliki kontrak kerja yang kuat, dilindungi secara hukum di negara penempatan sehingga relatif tidak mendapatkan permasalahan selama bekerja di luar negeri. Sedangkan TKI informal  yang
didominasi oleh  ‘domestic worker’  atau penata laksana rumah tangga adalah mereka yang bekerja di luar  negeri pada pengguna perseorangan yang tidak berbadan  hukum sehingga hubungan kerja  subyektif dan relatif rentan menghadapi permasalahan.Demi meningkatkan mutu dan kualitas bagi pengiriman TKI, Indonesia kini berfokus pada pekerjaan sektor formal. Terdapat tiga negara yang fokus pada sektor formal, dimana dimaksudkan bahwa ketiga negara ini sama sekali tidak menerima TKA pada sektor informal, berbeda dengan negara lain yang masih menggabungkan keduanya. Negara tersebut menjalin kerjasama dengan Indonesia melalui program  G to G. Negara tersebut yaitu; Jepang, Timor Leste, dan Korea Selatan. Ketiga negara yang berfokus pada sektor forma
tersebut dan telah masuk dalam program pengiriman melalui G to G, salah satunya masuk dalam 15 negara pengirim terbesar, yaitu  negara Korea Selatan. Pengiriman Tki  dibedakan berdasarkan sektor formal dan informal.
 Sektor formal
mencakup seluruh pekerjaan yang memiliki kontrak kerjasama, seperti  G to G (Government to Government), G to P (Government to Private) dan individu dengan instansi. Sedangkan sektor informal hanya berdasarkan kesepakatan pencari kerja dan pemiliki pekerjaan.
Kebijakan pemerintah Indonesia yang fokus terhadap pengiriman TKI sektor formal, saat ini lebih meningkat dibandingkan sektor informal.
Program G to G merupakan program baru yang diterapkan  Indonesia sebagai bentuk pembaharuan dalam peningkatan proses pengiriman. Hal tersebut juga sekaligus terbentuk sebagai tahapan dalam kerjasama pengiriman yang telah diambil alih oleh pemerintah dimana sebelumnya pengiriman
dilakukan oleh pihak swasta yang terbagi  dalam beberapa perusahaan. Program ini juga diciptakan agar terjadi transparansi antara kedua pihak selama proses pengiriman, karena adanya pengawasan langsung dari masing-masing pemerintah. Transparansi tersebut dapat berupa proses finansial
selama perekrutan TKI dan pengiriman TKI, permasalahan yang dihadapi TKI, dan kebutuhan TKI selama bekerja di luar negeri. Selain itu, program ini dibentuk  sebagai upaya dalam mengurangi masalah ketenagakerjaan di luar negeri yang  sering terjadi pada umumnya, dimana masalah  tersebut
diakibatkan karena TKI didominasi oleh pekerja  informal.  Upaya tersebut terlihat dari kerja sama pengiriman TKI antara Indonesia dengan Korea Selatan yang saat ini sedang berjalan. 
Korea Selatan merupakan negara yang pertama kali  mempelopori kerjasama pengiriman melalui program G to G sejak disahkannya Memorandum of Understanding  (MoU) antar kedua negara pada tahun 2004. Berdasarkan MoU, kerjasama pengiriman dilakukan melalui mekanisme EPS, dimana merupakan standarisasi penerimaan TKA bagi Korea Selatan yaitu, TKA yang akan diterima merupakan tenaga kerja  low-skill. MoU tersebut diperbaharui setiap dua tahun sekali guna mengakomodasi kepentingan kedua pihak terhadap kekurangan ataupun kebutuhan yang terjadi selama kerjasama.
Sejak tahun 2004 penempatan TKI  Korea  melalui  G to G  berada dibawah naungan  Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) yang saat ini berganti nama menjadi Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans).  Kemudian, pada tahun 2007 pengiriman TKI berada di bawah naungan Badan Nasional Penempatan dan Penerimaan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). BNP2TKI  merupakan lembaga pemerintah  non-kementrian yang mempunyai fungsisebagai pelaksana kebijakan dibidang penempatan dan perlindungan TKI di luar
negeri.  Meskipun demikian, Kemnakertrans tetap menjadi mediator yang bertanggung jawab terhadap pengiriman dan memantau kinerja dari agenda kegiatan BNP2TKI. 
BNP2TKI  kemudian  melahirkan BP3TKI atau Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang berperan sebagai perwakilan  BNP2TKI  dimana bertugas melayani masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri namun berada di pelosok kota. Hal ini dimaksudkan agar Calon TKI (CTKI) memperoleh kemudahan dalam pelayanan proses seluruh dokumen penempatan TKI demi memudahkan akses pengiriman dari beberapa kota dan kabupaten. Pada pengiriman TKI Korea, BP3TKI juga bertugas memberikan arahan mengenai sistem dan prosedur yang wajib diikuti. Indonesia menjadikan Korea  Selatan sebagai negara penerima TKI
karena negara tersebut telah memiliki sejarah hubungan diplomatik yang baik dan terjalin cukup lama. Hal ini erat kaitannya ketika suatu negara ingin menjalin kerjasama, penting untuk melihat negara yang akan diajak kerjasama. 
Hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Korea Selatan telah berlangsung sejak tahun 1966. Selama masa itu, telah banyak aktivitas yang dilakukan oleh kedua negara. Ini dilakukan demi mempererat hubungan antara dua negara, dimana bukan hanya sekedar hubungan diplomatik, namun juga melalui kerjasama dalam arus saling menguntungkan. Terlebih lagi kondisi kedua  negara yang sama-sama menganut sistem demokrasi,  sehingga  tidak sulit jika melakukan hubungan kerjasama. Sesuai dengan sejarahnya, berikut tahapan sejarah diplomatik antara Korea Selatan - Indonesia.
1.  Pada tahun 1949 merupakan pengakuan Negara Republik Indonesia;
2.  Pada tahun 1966 hubungan Indonesia dengan Korea Selatan terjalin di tingkat konsulat;
3.  Pada tahun 1973 hubungan diplomatik di tingkat duta besar terjalin. Hubungan diplomatik Indonesia  –  Korea Selatan semakin dipererat dengan melakukan kerja sama seperti pada pengiriman TKI yang berdasarkan kepentingan kedua negara. Eratnya kerja sama pengiriman tersebut terjabarkan oleh Indonesia yang masih mengirim TKI ke Korea Selatan hingga sekarang. Ini dapat terlihat dari durasi pengiriman yang telah berlangsung selama 10 tahun, yaitu sejak tahun 2004.  Berikut dipaparkan grafik jumlah pengiriman TKI ke Korea Selatan selama kurang lebih 10 tahun.   Pengiriman TKI ke Korea Selatan mengalami kondisi fluktuatif. Beberapa tahun memperlihatkan bahwa  pengiriman TKI mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang berupa faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa sedikitnya CTKI yang lulus seleksi dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan dari pengajuan syarat kelulusan CTKI Korea yang memiliki berbagai tahapan. Disisi lain, faktor eksternal dapat berasal dari negara yang menjalin
kerjasama. Dari faktor eksternal, Korea Selatan dapat mengurangi kuota untuk Indonesia yang disebabkan adanya dampak dari globalisasi  seperti halnya terjadi pengurangan pengiriman TKI akibat krisis ekonomi global yang menghambat laju perekonomian Korea Selatan pada tahun 2009. Saat itu Korea Selatan mengurangi kuota akibat banyak perusahaan yang bangkrut sehingga dilakukan pengurangan terhadap TKA. Berdasarkan ketetapan EPS, Korea Selatan membagi beberapa sektor kerja  bagi TKI.  Terdapat lima sektor bidang kerja yang dibutuhkan yaitu:
manufaktur (meliputi industri manufaktur dan teknik manufaktur),  agrikultur (meliputi budidaya produk  pertanian),  perikanan,  konstruksi  dan  jasa atau pelayanan  (meliputi restoran, bisnis pelayanan, kesejahteraan sosial, keperawatan, layanan rumah tangga, dan lain-lain).Diantara semua sektor, manufaktur menjadi sektor yang membuka banyak lowongan tiap tahun,
Dominasi sektor manufaktur  terjadi karena konsep  pembangunan  industri Korea Selatan berfokus pada sektor manufaktur. Sektor manufaktur memiliki sumber finansial lebih bagi industri Korea dibandingkan sektor lain, meskipun pada sektor lainnya juga memiliki peranan penting dalam kemajuan industri Korea. Selain itu, pada  penempatan TKI di Korea dipengaruhi oleh jenis
kelamin. Dalam hal ini jumlah TKI berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh laki-laki.
kurangnya jumlah penempatan bagi  TKI  perempuan karena  sektor-sektor yang disediakan Korea Selatan kurang cocok untuk perempuan.  Hal ini terjadi karena  pekerjaan yang digeluti  TKI  termasuk pekerjaan  3-D. Pekerjaan tersebut juga merupakan pekerjaan  yang sangat dihindari oleh  warga  Korea, sehingga Korea banyak merekrut  tenaga kerja dari negara lain untuk bekerja di negaranya.   
  Korea Selatan dan Indonesia selalu berupaya berbenah diri dalam kerja sama pengiriman TKI  demi mewujudkan kepentingan nasional  masing-masing.  Perwujudan ini terlihat pada tahun 2013 dimana Indonesia sebagai salah satu negara pengirim menjadi peringkat teratas untuk pertama kalinya
dari 15 negara dalam mengirim tenaga kerjanya ke Korea Selatan. Ini kemudian mendapatkan perhatian besar bagi pemerintah Korea. 
  Data yang diperoleh pada tahun 2013 menjelaskan bahwa terdapat 15 negara yang menjalin kerjasama dalam mengirimkan tenaga kerjanya ke Korea Selatan dimulai dari jumlah paling sedikit diterima, yaitu: Timor Leste berjumlah 279 orang, Cina sebanyak 335 orang, Pakistan dengan 1.091 orang, Mongolia sebanyak 2.061 orang, Bangladesh 2.118 orang, Vietnam berjumlah 2.738 orang,  Uzbekistan sejumlah 3.278 orang,  Myanmar sejumlah 3.994 orang, Sri Lanka dengan 4.838 orang,  Nepal dengan 5.234 orang, Kirgzistan berjumlah 260 orang, Filipina sebanyak 6.087 orang, Thailand sejumlah 8.010 orang, Kamboja berjumlah 8.802 orang dan Indonesia yang menempati urutan
pertama sebanyak 9.441 orang

Sejarah Penempatan G to G

  SEJARAH PENGIRIMAN TENAGA KERJA INDONESIA KE KOREA SELATAN

A.  Kebijakan Korea Selatan Terhadap Penerimaan Tenaga Kerja Indonesia.

Dahulu,  Korea Selatan menutup jalur  bagi  TKA.  Hal tersebut disebabkan oleh  imigrasi Korea yang  tidak mengijinkan  pekerja  asing memasuki Korea untuk tujuan kerja. Namun seiring dengan perkembangan masa, terdapat faktor yang berkontribusi dalam perubahan yang terjadi hingga
kini. Faktor-faktor tersebut yaitu;
pertama,
perekonomian Korea telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat sehingga upah relatif terhadap negara-negara tetangga yang kurang berkembang memberikan tekanan terhadap arus masuk TKA ke Korea.
Kedua, 
ada perubahan kondisi pasokan tenaga kerja. Sejak keterpurukan pasca Perang Korea tahun 1953, Korea  Selatan berusaha membangun kembali negaranya dengan meningkatkan pembangunan
ekonomi. Disaat perkembangan ekonomi tahun 1980-an sedang berkembang, Korea Selatan mengalami penurunan tingkat kelahiran. Dari data  Badan Statistik  Nasional  Korea,  angka kelahiran  Korea Selatan  adalah  salah satu yang terendah di dunia.
Ketiga, 
terdapat tingkat pendidikan pekerja Korea yang meningkat pesat selama  perkembangan perekonomian Korea, dimana adanya tingkat kelulusan perguruan tinggi selama 20 tahun terakhir dari 7,7 persen pada tahun 1970 ke 14,1 persen pada tahun 1990.Hal demikian membuat pasokan akan tenaga kerja tidak dapat  mewadahi  pertumbuhan pekerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan.  Ini menegaskan bahwa kebutuhan akan tenaga kerja kasar atau tenaga kerja low-skill untuk pekerja industri sulit ditemui. Ini juga disertai oleh transisi pemuda Korea yang kurang menyukai pekerjaan pada kategori  ‘Dirty,  Dangerous &  Difficult’  atau lebih dikenal dengan
sebutan 3-D, dengan upah rendah. Pekerjaan 3-D dalam hal ini masuk dalam kategori pekerja  low-skill,  yang mana pekerja  low-skill  adalah pekerja yang kurang memiliki keterampilan pada bidang pekerjaan yang akan digeluti. Hal ini terpaparkan dalam EPS sebagai dasar MoU antara Korea dengan negara yang menjalin kerjsama. Dampak dari faktor tersebut membuat Korea Selatan mengeluarkan kebijakan akan penerimaan TKA seperti halnya TKI sebagai kebutuhan akan
perputaran roda perekonomian mereka yang sebagian besar terdiri dari usaha menengah dan kecil. Berikut prosedur umum  kerja sama  pemilihan  TKA berdasarkan pemerintah Korea Selatan:
1.  Menentukan kebijakan penting mengenai ukuran aliran TKA  dan negara pengirim. 
a.  Dirundingkan dan diputuskan oleh Komite Angkatan Tenaga Kerja Asing;
b.  Isu-isu utama terkait dengan lapangan kerja bagi  TKA  seperti; industri, ukuran aliran tenaga kerja, negara pengirim, dll.
2.  Penandatanganan  MoU  tentang pengiriman tenaga kerja antara Pemerintah Korea dan negara kerjasama. 
a.  Penandatanganan MoU dengan negara kerjasama mengenai proses perekrutan oleh Pemerintah Korea untuk mencegah korupsi terkait dengan pengiriman TKA.
b.  Mengevaluasi secara berkala pelaksanaan MoU untuk menentukan pembaruan.
c.  Menetapkan bahwa MoU kedua negara berfokus pada sektor kerja formal.
3.  TKA yang akan dipekerjakan kepada Pemerintah Korea.
a.  Pemerintah (institusi  publik yang dipilih) dari  negara pengirim memilih pekerja yang akan dikirim berdasarkan standar tujuan seperti skor ujian bahasa Korea dan pengalaman, dimana  lama waktu dikalikan jumlah tenaga kerja yang dipilih. 
b.  Institusi pemerintah dari Korea menyiapkan daftar Calon Tenaga Kerja Asing  (CTKA) berdasarkan para pekerja yang dipilih untuk dikirim.  
4.  Permohonan izin bekerja diberikan  oleh Kementrian Pekerjaan dan Tenaga Kerja Korea.
a.  Para  pengusaha  yang tidak mampu mempekerjakan pekerja lokal setelah berusaha keras (selama tujuh hari)  dapat  mencarinya melalui Pusat Dukungan Tenaga Kerja  atau Employment Support
Center  (ESC)  sehingga memperoleh  permohonan  izin bekerja untuk mencari CTKA.
5.  Memilih TKA dan menerbitkan izin kerja diberikan oleh Kementrian Pekerjaan dan  Tenaga Kerja Korea. 
a.  ESC  menyarankan sejumlah calon yang memenuhi persyaratan perekrutan dari daftar CTKA.
6.  Menandatangani kontrak tenaga kerja oleh pengusaha.
a.  Pengusaha  menandatangani kontrak standar tenaga kerja dengan TKA yang dipilih.TKA yang dipilih. 
b.  Syarat kontrak serta syarat dan ketentuan lainnya yang mencakup gaji, jam kerja,  liburan, tempat kerja, dll.
c.  Pengusaha dapat menjalankan kontrak tenaga kerja secara langsung maupun tidak langsung dengan mempercayakan hal ini ke lembaga pemerintah sebagai perwakilan Kementrian Pekerjaan dan Tenaga Kerja Korea.  
7.  Menerbitkan sertifikat penerbitan visa oleh pengusaha dan Kementrian
Kehakiman Korea.
a.  Pengusaha mengirim izin kerja dan kontrak standar tenaga kerja, sedangkan  Kemetrian Kehakiman  Korea  menerbitkan sertifikat penerbitan visa.  Majikan diwakilkan oleh lembaga pemerintah Korea yang ditunjuk mengatur penerimaan TKA.
8.  Penerimaan TKA oleh pengusaha.
a.  Pengusaha  mengirim sertifikat penerbitan visa kepada TKA, kemudian visa bagi TKI  tersebut diterbitkan oleh Kedutaan Besar, dan TKA boleh memasuki Korea.
b.  TKA yang memasuki Korea harus menyelesaikan kursus pelatihan kerja  yang diberikan  oleh lembaga yang ditunjuk Pemerintah Korea.
9.  Proses kelola pekerjaan bagi TKA dilakukan oleh Kementrian Pekerja dan Tenaga Kerja Korea dan penempatan  tempat tinggal bagi  TKA dilakukan oleh Kementrian Kehakiman.
a.  Menyediakan konsultasi atas keluhan dan layanan pelatihan gratis oleh Kementrian Pekerja dan Tenaga Kerja Korea, Lembaga Perwakilan Kementrian Tenaga Kerja, Asosiasi Industri, dan
sebagainya.
b.  Membolehkan TKA untuk berpindah ke tempat kerja lain  apabila terdapat masalah pada perusahaan, seperti penutupan usaha karena bangkrut  atau karena perusahaan ditutup  usahanya  oleh pihak berwenang, dan terjadi keterlambatan penggajian. 
c.  Pengontrolan secara ketat atas masa tinggal  TKA  melalui manajemen keimigrasian yang kuat dan dengan mengatur sistem kerja yang terpadu antara Kementrian Kehakiman  Korea  dan
Kementrian Pekerjaan dan Tenaga Korea. 
Pada pengiriman TKA ke Korea Selatan, para  stakeholder  yaitu, pemerintah Korea dan perusahaan Korea bekerjasama dalam merekrut TKA. Pemerintah Korea Selatan bertindak mengawasi penerimaan tenaga kerja, sedangkan perusahaan sebagai pengguna yang bertugas menyeleksi. Hal tersebut tentu mengacu pada poin-poin dalam MoU, seperti: jumlah kebutuhan tenaga kerja tiap tahun yang akan masuk ke Korea, masa bekerja TKA di Korea, dan syarat kelulusan bagi TKA. Korea Selatan  kini mulai dikenal sebagai negara baru dalam hal kesuksesan perkembangan ekonominya  jika  dibandingkan dengan negara-negara Asia Timur lainnya. Hal tersebut menunjukkan hasil yang signifikan dimana Korea merupakan negara yang menjadi pemain besar dalam negara-negara ekspor  besar  dunia. Ini banyak terbantu dari  industri Korea berupa ekspor yang mana berjumlah 53 persen dari perekonomian Korea pada tahun 2011. Dengan demikian, industri Korea banyak terbantu oleh TKA, seperti halnya pekerja asal Indonesia yang dikirim ke Korea Selatan.
Korea Selatan yang beribukotakan Seoul, dapat dicapai dalam tiga jam dengan pesawat dari sekitar 66 kota besar yang ditinggali oleh satu milyar penduduk. Ini menjadikan Korea merupakan jalur masuk investasi ke wilayah Asia Timur yang mudah diakses. Bahkan, perusahaan-perusahaan dapat
menggunakan Korea sebagai ajang percobaan sebelum melangkah ke pasar internasional. Selain itu juga, terdapat sekitar 500 perusahaan yang telah masuk di Korea.Salah satu negara yang bekerjasama dengan Korea Selatan terhadap penerimaan TKA adalah Indonesia.  Kerjasama antara Indonesia  -  Korea Selatan dalam hal pengiriman TKA, didasari dari kepentingan akan kebutuhan Korea yang ingin dicapai. Dimana dimaksudkan bahwa, Korea membutuhkan tenaga kerja asal Indonesia guna membantu dalam peningkatan perekonomian negara tersebut. Seperti yang diungkapkan Bapak Madi selaku perwakilan dari Human Resource Development Service  of Korea    (HRD Korea) di Jakarta,
bahwa;  Korea Selatan ingin bekerjasama dengan Indonesia sebagai negara penerima TKI karena kebutuhan akan tenaga kerja tidak mampu di cukupi oleh tenaga kerja dalam negeri sehingga perlu didatangkan tenaga kerja  asing, di samping itu untuk mempererat hubungan kerjasama antar kedua
negara.Korea Selatan telah menerima TKI sebagai tenaga kerja low-skill sejak tahun 1994 dengan melalui skema program pelatihan TKI yang disebut Industrial Trainee Program  (ITP). Hal tersebut terjadi disebabkan Korea Selatan belum menerima TKI sebagai tenaga kerja, dimana status TKI saat itu berbeda dengan peserta ITP. Peserta ITP merupakan tenaga kerja  low-skill yang bekerja dengan status sebagai pekerja pelatihan pada industri-industri di Korea Selatan. Peserta ITP juga memperoleh upah lebih rendah karena berstatus sebagai peserta pelatihan yang dikirim ke Korea bukan sebagai TKA pada umumnya. Selain itu, peserta  ITP tidak memenuhi syarat untuk hak tenaga kerja legal. Hal ini menyebabkan kesenjangan terhadap kesejahteraan antara peserta ITP dan tenaga kerja lokal sehingga menyebabkan peserta ITP meninggalkan tempat kerja yang kemudian menjadikan mereka berstatus tenaga kerja ilegal.  Kasus peserta ITP yang berstatus ilegal kemudian membuat Korea
mengeluarkan kebijakan dalam MoU mengenai sistem penerimaan TKI melalui skema Sistem Ijin Kerja atau Employment Permit System  (EPS). MoU ini mengatur mengenai biaya penempatan tenaga kerja, pembentukan  Joint Working Group (kerjasama antar kedua pihak), dan pelaksanaan Employment Permit System-Test of Proficiency in Korean (EPS-TOPIK) atau ujian masuk
ke Korea Selatan bagi pekerja asing, seperti halnya TKI. Sebelumnya, ujian masuk ke Korea disebut Korean Languange Proficiency Test  (KLPT) hingga tahun 2007, kemudian pada tahun 2007 hingga 2010 disebut  Employment Permit System-Korean Languange Test  (EPS-KLT), dan berganti nama lagi menjadi EPS-TOPIK hingga sekarang.  Pada pengertiannya, MoU melalui skema  EPS merupakan kebijakan ketenagakerjaan Pemerintah Korea Selatan yang menetapkan  bahwa  TKI hanya dapat bekerja di  Korea  setelah pemerintah negara asal tenaga kerja membuat perjanjian bilateral dengan Pemerintah  Republik Korea  Selatan. MoU  ini dimaksudkan untuk menciptakan transparansi dan efisiensi bagi penempatan TKI ke Korea Selatan. MoU juga menjelaskan bahwa pengiriman TKI ke Korea Selatan  hanya dapat dilakukan oleh pemerintah melalui mekanisme Government to Government (G to G).EPS pertama kali disahkan melalui MoU antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Korea Selatan pada  tanggal  13 Juli 2004.Kedua pihak terkait yaitu  antara  The Ministry of Manpower and Transmigration Indonesia  (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia  / Kemnakertrans) dan  The Ministry of Employment and Labor Korea (Kementrian Pekerjaan dan Tenaga Kerja Korea) atau disingkat MOEL.
Sejak disahkannya sistem EPS, ini  menjadi dasar dilakukan kerjasama pengiriman TKI antara Indonesia dan Korea Selatan. Berdasarkan MoU kedua pihak dibawah sistem EPS menjelaskan tujuan dibuat MoU adalah;  Untuk meneruskan kerangka kerja yang nyata untuk kerja sama antara Para Pihak dan untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam proses pengiriman tenaga
kerja Indonesia ke Republik Korea (selanjutnya disebut sebagai  “Korea”,  dengan menetapkan  ketentuan-ketentuan bagi Para Pihak yang harus diikuti mengenai pengiriman tenaga kerja berdasarkan Sistem Ijin Kerja (EPS) untuk Tenaga Kerja Asing di Korea.
Korea Selatan menetapkan sistem EPS untuk memungkinkan pemilik perusahaan mempekerjakan TKI legal dengan pengupahan yang sesuai dengan standar TKA yang diakui. EPS juga membantu  stakeholder untuk mengelola TKI dengan cara terorganisir. EPS menegaskan bahwa TKI merupakan tenaga kerja berstatus visa  low-skilled worker  yang memungkinkan kepemilikan kontrak antara TKI dan pemilik perusahaan. Terdapat beberapa kunci penting yang terpaparkan dalam MoU melalui skema EPS, yaitu; 
1.  Dengan mempekerjakan TKI, mereka dilindungi oleh perjanjian G to G, dimana Korea telah menandatangani  MoU  ini dengan 10 negara dan dengan lima negara negosiasi baru lainnya;
2.  EPS dikelola oleh pemerintah namun pengusaha  atau pemberi pekerjaan tetap memilih sendiri pekerja untuk perusahaan mereka;
3.  Izin untuk bekerja adalah selama  tiga tahun, namun dapat diperpanjang selama 1 tahun 10 bulan, menjadi 4 tahun 10 bulan. Pekerja dapat kembali bekerja di Korea dengan durasi waktu yang sama jika memenuhi syarat yang telah ditetapkan;
4.  Anggota keluarga tidak diizinkan untuk bergabung dengan pekerja;
5.  Selain dari batasan  khusus perusahaan, TKI dilindungi berdasarkan undang-undang standar tenaga kerja yang sama dengan tenaga kerja lokal. Mereka memiliki hak untuk mendapatkan upah minimum yang dijamin, untuk membentuk dan bergabung dengan serikat  pekerja, dengan perundingan bersama serta aksi bersama; 
6.  EPS menjamin hak asasi mendasar dari  TKI, dimana adanya penerapan hukum ketenagakerjaan yang sama dengan pekerja Korea. Adanya undang-undang standar tenaga kerja, undang-undang upah minimum, undang-undang keselamatan dan kesehatan pekerja;
7.  TKI berhak atas manfaat yang sama termasuk kompensasi asuransi. Korea Selatan dalam ketentuan hukum nasionalnya juga  mengatur mengenai perlakuan yang setara  baik bagi pekerja asing berupa beberapa asuransi,
yaitu: 
a.  Departure guarantee insurance  untuk  severance pay  (jaminan keberangkatan);
b.  Guarantee insurance untuk overdue wage  (jaminan keterlambatan gaji);
c.  Return cost insurance untuk tiket pulang ke negara asal kerja;
d.  Casualty insurance, termasuk asuransi kesehatan  (asuransi kecelakaan industri, asuransi tenaga kerja dan asuransi kesehatan nasional)  dan kematian yang tidak terkait dengan pekerja  legal
maupun pekerja ilegal.

Gallery Foto

Postingan Populer

Popular Posts

About

New Tutorial

 

Follow Us With Facebook

Copyright© 2015 LPK JINJU SUKABUMI ( 진주 학원 ) | Template Blogger Designer by : Utta' |
Template Name | Black Inside : Version 1.5 | Urang Cibadak