SEJARAH PENGIRIMAN TENAGA KERJA INDONESIA KE
KOREA SELATAN ( PART II )
B. Kebijakan Indonesia Terhadap Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia.
Sejak pengakuan Republik Indonesia dimata masyarakat internasional, Indonesia melakukan hubungan luar negeri ke beberapa negara yang seiring dengan itu berupaya melakukan hubungan diplomatik dengan negara-negara berkembang dengan mulai menunjukkan kemajuan yang signifikan. Seperti terhadap negara-negara kawasan Asia Timur, diantaranya Cina, Jepang, danKorea Selatan. Dalam aktivitas hubungan bilateral suatu negara demi mempertahankan hubungannya, dibentuk kerjasama yang terbagi dalam berbagai bidang seperti dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan sosial-budaya. Berbagai bidang tersebut dipengaruhi oleh kepentingan negara yang menjalin kerjasama. Salah satu kerjasama yang dilakukan Indonesia adalah pengiriman
Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Hal ini dilakukan guna menekan tingkat pengangguran sehingga dapat memberikan perubahan dalam memenuhi kesejahteraan rakyatnya. Berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Bab IV pasal 31 menjelaskan bahwa, setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. Ini menjelaskan bahwa tiap warga negara Indonesia berhak memilih tempat kerja yang menurutnya layak demi mendapatkan upah untuk mensejahterakan dirinya. Mengingat sejarah pengiriman TKI, berbeda dengan kepentingan saat
ini. dahulu tenaga kerja dikirim ke luar negeri oleh penjajah Belanda demi kepentingan sepihak. Pengiriman tersebut berlangsung tepat pada akhir abad ke-19 dimana saat itu Belanda mengirim TKI ke perkebunan-perkebunan kopi, kapas, dan gula di Suriname. Kemudian memasuki awal abad ke-20,
Kaledonia Baru menjadi daerah TKI yang dikirim oleh pihak penjajah Belanda. Saat itu TKI yang dikirim adalah pria. Hal demikian yang menyebabkan terdapat banyak warga berdarah Indonesia yang berdomisili di negara tersebut. Sehingga untuk pengertian TKI dahulu berbeda dengan
dengan saat ini, yaitu menurut Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2012, TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.Hal ini menjelaskan bahwa pengiriman dilakukan
agar TKI dapat memperoleh pekerjaan di luar negeri dengan alasan sulitnya memperoleh pekerjaan di dalam negeri. Pengiriman TKI ke luar negeri dilakukan ke beberapa negara penempatan dan berbagai tahapan. Terdapat 178 negara yang menjadi penerima tenaga kerja asal Indonesia.Negara tersebut mempekerjakan TKI dalam sektor formal dan informal. Pada pengertiannya, TKI formal adalah mereka yang bekerja di luar negeri pada berbagai perusahaan atau organisasi yang berbadan hukum, memiliki kontrak kerja yang kuat, dilindungi secara hukum di negara penempatan sehingga relatif tidak mendapatkan permasalahan selama bekerja di luar negeri. Sedangkan TKI informal yang
didominasi oleh ‘domestic worker’ atau penata laksana rumah tangga adalah mereka yang bekerja di luar negeri pada pengguna perseorangan yang tidak berbadan hukum sehingga hubungan kerja subyektif dan relatif rentan menghadapi permasalahan.Demi meningkatkan mutu dan kualitas bagi pengiriman TKI, Indonesia kini berfokus pada pekerjaan sektor formal. Terdapat tiga negara yang fokus pada sektor formal, dimana dimaksudkan bahwa ketiga negara ini sama sekali tidak menerima TKA pada sektor informal, berbeda dengan negara lain yang masih menggabungkan keduanya. Negara tersebut menjalin kerjasama dengan Indonesia melalui program G to G. Negara tersebut yaitu; Jepang, Timor Leste, dan Korea Selatan. Ketiga negara yang berfokus pada sektor forma
tersebut dan telah masuk dalam program pengiriman melalui G to G, salah satunya masuk dalam 15 negara pengirim terbesar, yaitu negara Korea Selatan. Pengiriman Tki dibedakan berdasarkan sektor formal dan informal.
Sektor formal
mencakup seluruh pekerjaan yang memiliki kontrak kerjasama, seperti G to G (Government to Government), G to P (Government to Private) dan individu dengan instansi. Sedangkan sektor informal hanya berdasarkan kesepakatan pencari kerja dan pemiliki pekerjaan.
Kebijakan pemerintah Indonesia yang fokus terhadap pengiriman TKI sektor formal, saat ini lebih meningkat dibandingkan sektor informal.
Program G to G merupakan program baru yang diterapkan Indonesia sebagai bentuk pembaharuan dalam peningkatan proses pengiriman. Hal tersebut juga sekaligus terbentuk sebagai tahapan dalam kerjasama pengiriman yang telah diambil alih oleh pemerintah dimana sebelumnya pengiriman
dilakukan oleh pihak swasta yang terbagi dalam beberapa perusahaan. Program ini juga diciptakan agar terjadi transparansi antara kedua pihak selama proses pengiriman, karena adanya pengawasan langsung dari masing-masing pemerintah. Transparansi tersebut dapat berupa proses finansial
selama perekrutan TKI dan pengiriman TKI, permasalahan yang dihadapi TKI, dan kebutuhan TKI selama bekerja di luar negeri. Selain itu, program ini dibentuk sebagai upaya dalam mengurangi masalah ketenagakerjaan di luar negeri yang sering terjadi pada umumnya, dimana masalah tersebut
diakibatkan karena TKI didominasi oleh pekerja informal. Upaya tersebut terlihat dari kerja sama pengiriman TKI antara Indonesia dengan Korea Selatan yang saat ini sedang berjalan.
Korea Selatan merupakan negara yang pertama kali mempelopori kerjasama pengiriman melalui program G to G sejak disahkannya Memorandum of Understanding (MoU) antar kedua negara pada tahun 2004. Berdasarkan MoU, kerjasama pengiriman dilakukan melalui mekanisme EPS, dimana merupakan standarisasi penerimaan TKA bagi Korea Selatan yaitu, TKA yang akan diterima merupakan tenaga kerja low-skill. MoU tersebut diperbaharui setiap dua tahun sekali guna mengakomodasi kepentingan kedua pihak terhadap kekurangan ataupun kebutuhan yang terjadi selama kerjasama.
Sejak tahun 2004 penempatan TKI Korea melalui G to G berada dibawah naungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) yang saat ini berganti nama menjadi Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans). Kemudian, pada tahun 2007 pengiriman TKI berada di bawah naungan Badan Nasional Penempatan dan Penerimaan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). BNP2TKI merupakan lembaga pemerintah non-kementrian yang mempunyai fungsisebagai pelaksana kebijakan dibidang penempatan dan perlindungan TKI di luar
negeri. Meskipun demikian, Kemnakertrans tetap menjadi mediator yang bertanggung jawab terhadap pengiriman dan memantau kinerja dari agenda kegiatan BNP2TKI.
BNP2TKI kemudian melahirkan BP3TKI atau Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang berperan sebagai perwakilan BNP2TKI dimana bertugas melayani masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri namun berada di pelosok kota. Hal ini dimaksudkan agar Calon TKI (CTKI) memperoleh kemudahan dalam pelayanan proses seluruh dokumen penempatan TKI demi memudahkan akses pengiriman dari beberapa kota dan kabupaten. Pada pengiriman TKI Korea, BP3TKI juga bertugas memberikan arahan mengenai sistem dan prosedur yang wajib diikuti. Indonesia menjadikan Korea Selatan sebagai negara penerima TKI
karena negara tersebut telah memiliki sejarah hubungan diplomatik yang baik dan terjalin cukup lama. Hal ini erat kaitannya ketika suatu negara ingin menjalin kerjasama, penting untuk melihat negara yang akan diajak kerjasama.
Hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Korea Selatan telah berlangsung sejak tahun 1966. Selama masa itu, telah banyak aktivitas yang dilakukan oleh kedua negara. Ini dilakukan demi mempererat hubungan antara dua negara, dimana bukan hanya sekedar hubungan diplomatik, namun juga melalui kerjasama dalam arus saling menguntungkan. Terlebih lagi kondisi kedua negara yang sama-sama menganut sistem demokrasi, sehingga tidak sulit jika melakukan hubungan kerjasama. Sesuai dengan sejarahnya, berikut tahapan sejarah diplomatik antara Korea Selatan - Indonesia.
1. Pada tahun 1949 merupakan pengakuan Negara Republik Indonesia;
2. Pada tahun 1966 hubungan Indonesia dengan Korea Selatan terjalin di tingkat konsulat;
3. Pada tahun 1973 hubungan diplomatik di tingkat duta besar terjalin. Hubungan diplomatik Indonesia – Korea Selatan semakin dipererat dengan melakukan kerja sama seperti pada pengiriman TKI yang berdasarkan kepentingan kedua negara. Eratnya kerja sama pengiriman tersebut terjabarkan oleh Indonesia yang masih mengirim TKI ke Korea Selatan hingga sekarang. Ini dapat terlihat dari durasi pengiriman yang telah berlangsung selama 10 tahun, yaitu sejak tahun 2004. Berikut dipaparkan grafik jumlah pengiriman TKI ke Korea Selatan selama kurang lebih 10 tahun. Pengiriman TKI ke Korea Selatan mengalami kondisi fluktuatif. Beberapa tahun memperlihatkan bahwa pengiriman TKI mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang berupa faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa sedikitnya CTKI yang lulus seleksi dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan dari pengajuan syarat kelulusan CTKI Korea yang memiliki berbagai tahapan. Disisi lain, faktor eksternal dapat berasal dari negara yang menjalin
kerjasama. Dari faktor eksternal, Korea Selatan dapat mengurangi kuota untuk Indonesia yang disebabkan adanya dampak dari globalisasi seperti halnya terjadi pengurangan pengiriman TKI akibat krisis ekonomi global yang menghambat laju perekonomian Korea Selatan pada tahun 2009. Saat itu Korea Selatan mengurangi kuota akibat banyak perusahaan yang bangkrut sehingga dilakukan pengurangan terhadap TKA. Berdasarkan ketetapan EPS, Korea Selatan membagi beberapa sektor kerja bagi TKI. Terdapat lima sektor bidang kerja yang dibutuhkan yaitu:
manufaktur (meliputi industri manufaktur dan teknik manufaktur), agrikultur (meliputi budidaya produk pertanian), perikanan, konstruksi dan jasa atau pelayanan (meliputi restoran, bisnis pelayanan, kesejahteraan sosial, keperawatan, layanan rumah tangga, dan lain-lain).Diantara semua sektor, manufaktur menjadi sektor yang membuka banyak lowongan tiap tahun,
Dominasi sektor manufaktur terjadi karena konsep pembangunan industri Korea Selatan berfokus pada sektor manufaktur. Sektor manufaktur memiliki sumber finansial lebih bagi industri Korea dibandingkan sektor lain, meskipun pada sektor lainnya juga memiliki peranan penting dalam kemajuan industri Korea. Selain itu, pada penempatan TKI di Korea dipengaruhi oleh jenis
kelamin. Dalam hal ini jumlah TKI berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh laki-laki.
kurangnya jumlah penempatan bagi TKI perempuan karena sektor-sektor yang disediakan Korea Selatan kurang cocok untuk perempuan. Hal ini terjadi karena pekerjaan yang digeluti TKI termasuk pekerjaan 3-D. Pekerjaan tersebut juga merupakan pekerjaan yang sangat dihindari oleh warga Korea, sehingga Korea banyak merekrut tenaga kerja dari negara lain untuk bekerja di negaranya.
Korea Selatan dan Indonesia selalu berupaya berbenah diri dalam kerja sama pengiriman TKI demi mewujudkan kepentingan nasional masing-masing. Perwujudan ini terlihat pada tahun 2013 dimana Indonesia sebagai salah satu negara pengirim menjadi peringkat teratas untuk pertama kalinya
dari 15 negara dalam mengirim tenaga kerjanya ke Korea Selatan. Ini kemudian mendapatkan perhatian besar bagi pemerintah Korea.
Data yang diperoleh pada tahun 2013 menjelaskan bahwa terdapat 15 negara yang menjalin kerjasama dalam mengirimkan tenaga kerjanya ke Korea Selatan dimulai dari jumlah paling sedikit diterima, yaitu: Timor Leste berjumlah 279 orang, Cina sebanyak 335 orang, Pakistan dengan 1.091 orang, Mongolia sebanyak 2.061 orang, Bangladesh 2.118 orang, Vietnam berjumlah 2.738 orang, Uzbekistan sejumlah 3.278 orang, Myanmar sejumlah 3.994 orang, Sri Lanka dengan 4.838 orang, Nepal dengan 5.234 orang, Kirgzistan berjumlah 260 orang, Filipina sebanyak 6.087 orang, Thailand sejumlah 8.010 orang, Kamboja berjumlah 8.802 orang dan Indonesia yang menempati urutan
pertama sebanyak 9.441 orang