SEJARAH PENGIRIMAN TENAGA KERJA INDONESIA KE KOREA SELATAN
A. Kebijakan Korea Selatan Terhadap Penerimaan Tenaga Kerja Indonesia.
Dahulu, Korea Selatan menutup jalur bagi TKA. Hal tersebut disebabkan oleh imigrasi Korea yang tidak mengijinkan pekerja asing memasuki Korea untuk tujuan kerja. Namun seiring dengan perkembangan masa, terdapat faktor yang berkontribusi dalam perubahan yang terjadi hingga
kini. Faktor-faktor tersebut yaitu;
kini. Faktor-faktor tersebut yaitu;
pertama,
perekonomian Korea telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat sehingga upah relatif terhadap negara-negara tetangga yang kurang berkembang memberikan tekanan terhadap arus masuk TKA ke Korea.
Kedua,
ada perubahan kondisi pasokan tenaga kerja. Sejak keterpurukan pasca Perang Korea tahun 1953, Korea Selatan berusaha membangun kembali negaranya dengan meningkatkan pembangunan
ekonomi. Disaat perkembangan ekonomi tahun 1980-an sedang berkembang, Korea Selatan mengalami penurunan tingkat kelahiran. Dari data Badan Statistik Nasional Korea, angka kelahiran Korea Selatan adalah salah satu yang terendah di dunia.
Ketiga,
ekonomi. Disaat perkembangan ekonomi tahun 1980-an sedang berkembang, Korea Selatan mengalami penurunan tingkat kelahiran. Dari data Badan Statistik Nasional Korea, angka kelahiran Korea Selatan adalah salah satu yang terendah di dunia.
Ketiga,
terdapat tingkat pendidikan pekerja Korea yang meningkat pesat selama perkembangan perekonomian Korea, dimana adanya tingkat kelulusan perguruan tinggi selama 20 tahun terakhir dari 7,7 persen pada tahun 1970 ke 14,1 persen pada tahun 1990.Hal demikian membuat pasokan akan tenaga kerja tidak dapat mewadahi pertumbuhan pekerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Ini menegaskan bahwa kebutuhan akan tenaga kerja kasar atau tenaga kerja low-skill untuk pekerja industri sulit ditemui. Ini juga disertai oleh transisi pemuda Korea yang kurang menyukai pekerjaan pada kategori ‘Dirty, Dangerous & Difficult’ atau lebih dikenal dengan
sebutan 3-D, dengan upah rendah. Pekerjaan 3-D dalam hal ini masuk dalam kategori pekerja low-skill, yang mana pekerja low-skill adalah pekerja yang kurang memiliki keterampilan pada bidang pekerjaan yang akan digeluti. Hal ini terpaparkan dalam EPS sebagai dasar MoU antara Korea dengan negara yang menjalin kerjsama. Dampak dari faktor tersebut membuat Korea Selatan mengeluarkan kebijakan akan penerimaan TKA seperti halnya TKI sebagai kebutuhan akan
perputaran roda perekonomian mereka yang sebagian besar terdiri dari usaha menengah dan kecil. Berikut prosedur umum kerja sama pemilihan TKA berdasarkan pemerintah Korea Selatan:
1. Menentukan kebijakan penting mengenai ukuran aliran TKA dan negara pengirim.
a. Dirundingkan dan diputuskan oleh Komite Angkatan Tenaga Kerja Asing;
b. Isu-isu utama terkait dengan lapangan kerja bagi TKA seperti; industri, ukuran aliran tenaga kerja, negara pengirim, dll.
2. Penandatanganan MoU tentang pengiriman tenaga kerja antara Pemerintah Korea dan negara kerjasama.
a. Penandatanganan MoU dengan negara kerjasama mengenai proses perekrutan oleh Pemerintah Korea untuk mencegah korupsi terkait dengan pengiriman TKA.
b. Mengevaluasi secara berkala pelaksanaan MoU untuk menentukan pembaruan.
c. Menetapkan bahwa MoU kedua negara berfokus pada sektor kerja formal.
3. TKA yang akan dipekerjakan kepada Pemerintah Korea.
a. Pemerintah (institusi publik yang dipilih) dari negara pengirim memilih pekerja yang akan dikirim berdasarkan standar tujuan seperti skor ujian bahasa Korea dan pengalaman, dimana lama waktu dikalikan jumlah tenaga kerja yang dipilih.
b. Institusi pemerintah dari Korea menyiapkan daftar Calon Tenaga Kerja Asing (CTKA) berdasarkan para pekerja yang dipilih untuk dikirim.
4. Permohonan izin bekerja diberikan oleh Kementrian Pekerjaan dan Tenaga Kerja Korea.
a. Para pengusaha yang tidak mampu mempekerjakan pekerja lokal setelah berusaha keras (selama tujuh hari) dapat mencarinya melalui Pusat Dukungan Tenaga Kerja atau Employment Support
Center (ESC) sehingga memperoleh permohonan izin bekerja untuk mencari CTKA.
5. Memilih TKA dan menerbitkan izin kerja diberikan oleh Kementrian Pekerjaan dan Tenaga Kerja Korea.
a. ESC menyarankan sejumlah calon yang memenuhi persyaratan perekrutan dari daftar CTKA.
6. Menandatangani kontrak tenaga kerja oleh pengusaha.
a. Pengusaha menandatangani kontrak standar tenaga kerja dengan TKA yang dipilih.TKA yang dipilih.
b. Syarat kontrak serta syarat dan ketentuan lainnya yang mencakup gaji, jam kerja, liburan, tempat kerja, dll.
c. Pengusaha dapat menjalankan kontrak tenaga kerja secara langsung maupun tidak langsung dengan mempercayakan hal ini ke lembaga pemerintah sebagai perwakilan Kementrian Pekerjaan dan Tenaga Kerja Korea.
sebutan 3-D, dengan upah rendah. Pekerjaan 3-D dalam hal ini masuk dalam kategori pekerja low-skill, yang mana pekerja low-skill adalah pekerja yang kurang memiliki keterampilan pada bidang pekerjaan yang akan digeluti. Hal ini terpaparkan dalam EPS sebagai dasar MoU antara Korea dengan negara yang menjalin kerjsama. Dampak dari faktor tersebut membuat Korea Selatan mengeluarkan kebijakan akan penerimaan TKA seperti halnya TKI sebagai kebutuhan akan
perputaran roda perekonomian mereka yang sebagian besar terdiri dari usaha menengah dan kecil. Berikut prosedur umum kerja sama pemilihan TKA berdasarkan pemerintah Korea Selatan:
1. Menentukan kebijakan penting mengenai ukuran aliran TKA dan negara pengirim.
a. Dirundingkan dan diputuskan oleh Komite Angkatan Tenaga Kerja Asing;
b. Isu-isu utama terkait dengan lapangan kerja bagi TKA seperti; industri, ukuran aliran tenaga kerja, negara pengirim, dll.
2. Penandatanganan MoU tentang pengiriman tenaga kerja antara Pemerintah Korea dan negara kerjasama.
a. Penandatanganan MoU dengan negara kerjasama mengenai proses perekrutan oleh Pemerintah Korea untuk mencegah korupsi terkait dengan pengiriman TKA.
b. Mengevaluasi secara berkala pelaksanaan MoU untuk menentukan pembaruan.
c. Menetapkan bahwa MoU kedua negara berfokus pada sektor kerja formal.
3. TKA yang akan dipekerjakan kepada Pemerintah Korea.
a. Pemerintah (institusi publik yang dipilih) dari negara pengirim memilih pekerja yang akan dikirim berdasarkan standar tujuan seperti skor ujian bahasa Korea dan pengalaman, dimana lama waktu dikalikan jumlah tenaga kerja yang dipilih.
b. Institusi pemerintah dari Korea menyiapkan daftar Calon Tenaga Kerja Asing (CTKA) berdasarkan para pekerja yang dipilih untuk dikirim.
4. Permohonan izin bekerja diberikan oleh Kementrian Pekerjaan dan Tenaga Kerja Korea.
a. Para pengusaha yang tidak mampu mempekerjakan pekerja lokal setelah berusaha keras (selama tujuh hari) dapat mencarinya melalui Pusat Dukungan Tenaga Kerja atau Employment Support
Center (ESC) sehingga memperoleh permohonan izin bekerja untuk mencari CTKA.
5. Memilih TKA dan menerbitkan izin kerja diberikan oleh Kementrian Pekerjaan dan Tenaga Kerja Korea.
a. ESC menyarankan sejumlah calon yang memenuhi persyaratan perekrutan dari daftar CTKA.
6. Menandatangani kontrak tenaga kerja oleh pengusaha.
a. Pengusaha menandatangani kontrak standar tenaga kerja dengan TKA yang dipilih.TKA yang dipilih.
b. Syarat kontrak serta syarat dan ketentuan lainnya yang mencakup gaji, jam kerja, liburan, tempat kerja, dll.
c. Pengusaha dapat menjalankan kontrak tenaga kerja secara langsung maupun tidak langsung dengan mempercayakan hal ini ke lembaga pemerintah sebagai perwakilan Kementrian Pekerjaan dan Tenaga Kerja Korea.
7. Menerbitkan sertifikat penerbitan visa oleh pengusaha dan Kementrian
Kehakiman Korea.
a. Pengusaha mengirim izin kerja dan kontrak standar tenaga kerja, sedangkan Kemetrian Kehakiman Korea menerbitkan sertifikat penerbitan visa. Majikan diwakilkan oleh lembaga pemerintah Korea yang ditunjuk mengatur penerimaan TKA.
8. Penerimaan TKA oleh pengusaha.
a. Pengusaha mengirim sertifikat penerbitan visa kepada TKA, kemudian visa bagi TKI tersebut diterbitkan oleh Kedutaan Besar, dan TKA boleh memasuki Korea.
b. TKA yang memasuki Korea harus menyelesaikan kursus pelatihan kerja yang diberikan oleh lembaga yang ditunjuk Pemerintah Korea.
9. Proses kelola pekerjaan bagi TKA dilakukan oleh Kementrian Pekerja dan Tenaga Kerja Korea dan penempatan tempat tinggal bagi TKA dilakukan oleh Kementrian Kehakiman.
a. Menyediakan konsultasi atas keluhan dan layanan pelatihan gratis oleh Kementrian Pekerja dan Tenaga Kerja Korea, Lembaga Perwakilan Kementrian Tenaga Kerja, Asosiasi Industri, dan
sebagainya.
b. Membolehkan TKA untuk berpindah ke tempat kerja lain apabila terdapat masalah pada perusahaan, seperti penutupan usaha karena bangkrut atau karena perusahaan ditutup usahanya oleh pihak berwenang, dan terjadi keterlambatan penggajian.
c. Pengontrolan secara ketat atas masa tinggal TKA melalui manajemen keimigrasian yang kuat dan dengan mengatur sistem kerja yang terpadu antara Kementrian Kehakiman Korea dan
Kementrian Pekerjaan dan Tenaga Korea.
Kehakiman Korea.
a. Pengusaha mengirim izin kerja dan kontrak standar tenaga kerja, sedangkan Kemetrian Kehakiman Korea menerbitkan sertifikat penerbitan visa. Majikan diwakilkan oleh lembaga pemerintah Korea yang ditunjuk mengatur penerimaan TKA.
8. Penerimaan TKA oleh pengusaha.
a. Pengusaha mengirim sertifikat penerbitan visa kepada TKA, kemudian visa bagi TKI tersebut diterbitkan oleh Kedutaan Besar, dan TKA boleh memasuki Korea.
b. TKA yang memasuki Korea harus menyelesaikan kursus pelatihan kerja yang diberikan oleh lembaga yang ditunjuk Pemerintah Korea.
9. Proses kelola pekerjaan bagi TKA dilakukan oleh Kementrian Pekerja dan Tenaga Kerja Korea dan penempatan tempat tinggal bagi TKA dilakukan oleh Kementrian Kehakiman.
a. Menyediakan konsultasi atas keluhan dan layanan pelatihan gratis oleh Kementrian Pekerja dan Tenaga Kerja Korea, Lembaga Perwakilan Kementrian Tenaga Kerja, Asosiasi Industri, dan
sebagainya.
b. Membolehkan TKA untuk berpindah ke tempat kerja lain apabila terdapat masalah pada perusahaan, seperti penutupan usaha karena bangkrut atau karena perusahaan ditutup usahanya oleh pihak berwenang, dan terjadi keterlambatan penggajian.
c. Pengontrolan secara ketat atas masa tinggal TKA melalui manajemen keimigrasian yang kuat dan dengan mengatur sistem kerja yang terpadu antara Kementrian Kehakiman Korea dan
Kementrian Pekerjaan dan Tenaga Korea.
Pada pengiriman TKA ke Korea Selatan, para stakeholder yaitu, pemerintah Korea dan perusahaan Korea bekerjasama dalam merekrut TKA. Pemerintah Korea Selatan bertindak mengawasi penerimaan tenaga kerja, sedangkan perusahaan sebagai pengguna yang bertugas menyeleksi. Hal tersebut tentu mengacu pada poin-poin dalam MoU, seperti: jumlah kebutuhan tenaga kerja tiap tahun yang akan masuk ke Korea, masa bekerja TKA di Korea, dan syarat kelulusan bagi TKA. Korea Selatan kini mulai dikenal sebagai negara baru dalam hal kesuksesan perkembangan ekonominya jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Timur lainnya. Hal tersebut menunjukkan hasil yang signifikan dimana Korea merupakan negara yang menjadi pemain besar dalam negara-negara ekspor besar dunia. Ini banyak terbantu dari industri Korea berupa ekspor yang mana berjumlah 53 persen dari perekonomian Korea pada tahun 2011. Dengan demikian, industri Korea banyak terbantu oleh TKA, seperti halnya pekerja asal Indonesia yang dikirim ke Korea Selatan.
Korea Selatan yang beribukotakan Seoul, dapat dicapai dalam tiga jam dengan pesawat dari sekitar 66 kota besar yang ditinggali oleh satu milyar penduduk. Ini menjadikan Korea merupakan jalur masuk investasi ke wilayah Asia Timur yang mudah diakses. Bahkan, perusahaan-perusahaan dapat
menggunakan Korea sebagai ajang percobaan sebelum melangkah ke pasar internasional. Selain itu juga, terdapat sekitar 500 perusahaan yang telah masuk di Korea.Salah satu negara yang bekerjasama dengan Korea Selatan terhadap penerimaan TKA adalah Indonesia. Kerjasama antara Indonesia - Korea Selatan dalam hal pengiriman TKA, didasari dari kepentingan akan kebutuhan Korea yang ingin dicapai. Dimana dimaksudkan bahwa, Korea membutuhkan tenaga kerja asal Indonesia guna membantu dalam peningkatan perekonomian negara tersebut. Seperti yang diungkapkan Bapak Madi selaku perwakilan dari Human Resource Development Service of Korea (HRD Korea) di Jakarta,
bahwa; Korea Selatan ingin bekerjasama dengan Indonesia sebagai negara penerima TKI karena kebutuhan akan tenaga kerja tidak mampu di cukupi oleh tenaga kerja dalam negeri sehingga perlu didatangkan tenaga kerja asing, di samping itu untuk mempererat hubungan kerjasama antar kedua
negara.Korea Selatan telah menerima TKI sebagai tenaga kerja low-skill sejak tahun 1994 dengan melalui skema program pelatihan TKI yang disebut Industrial Trainee Program (ITP). Hal tersebut terjadi disebabkan Korea Selatan belum menerima TKI sebagai tenaga kerja, dimana status TKI saat itu berbeda dengan peserta ITP. Peserta ITP merupakan tenaga kerja low-skill yang bekerja dengan status sebagai pekerja pelatihan pada industri-industri di Korea Selatan. Peserta ITP juga memperoleh upah lebih rendah karena berstatus sebagai peserta pelatihan yang dikirim ke Korea bukan sebagai TKA pada umumnya. Selain itu, peserta ITP tidak memenuhi syarat untuk hak tenaga kerja legal. Hal ini menyebabkan kesenjangan terhadap kesejahteraan antara peserta ITP dan tenaga kerja lokal sehingga menyebabkan peserta ITP meninggalkan tempat kerja yang kemudian menjadikan mereka berstatus tenaga kerja ilegal. Kasus peserta ITP yang berstatus ilegal kemudian membuat Korea
mengeluarkan kebijakan dalam MoU mengenai sistem penerimaan TKI melalui skema Sistem Ijin Kerja atau Employment Permit System (EPS). MoU ini mengatur mengenai biaya penempatan tenaga kerja, pembentukan Joint Working Group (kerjasama antar kedua pihak), dan pelaksanaan Employment Permit System-Test of Proficiency in Korean (EPS-TOPIK) atau ujian masuk
ke Korea Selatan bagi pekerja asing, seperti halnya TKI. Sebelumnya, ujian masuk ke Korea disebut Korean Languange Proficiency Test (KLPT) hingga tahun 2007, kemudian pada tahun 2007 hingga 2010 disebut Employment Permit System-Korean Languange Test (EPS-KLT), dan berganti nama lagi menjadi EPS-TOPIK hingga sekarang. Pada pengertiannya, MoU melalui skema EPS merupakan kebijakan ketenagakerjaan Pemerintah Korea Selatan yang menetapkan bahwa TKI hanya dapat bekerja di Korea setelah pemerintah negara asal tenaga kerja membuat perjanjian bilateral dengan Pemerintah Republik Korea Selatan. MoU ini dimaksudkan untuk menciptakan transparansi dan efisiensi bagi penempatan TKI ke Korea Selatan. MoU juga menjelaskan bahwa pengiriman TKI ke Korea Selatan hanya dapat dilakukan oleh pemerintah melalui mekanisme Government to Government (G to G).EPS pertama kali disahkan melalui MoU antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Korea Selatan pada tanggal 13 Juli 2004.Kedua pihak terkait yaitu antara The Ministry of Manpower and Transmigration Indonesia (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia / Kemnakertrans) dan The Ministry of Employment and Labor Korea (Kementrian Pekerjaan dan Tenaga Kerja Korea) atau disingkat MOEL.
Sejak disahkannya sistem EPS, ini menjadi dasar dilakukan kerjasama pengiriman TKI antara Indonesia dan Korea Selatan. Berdasarkan MoU kedua pihak dibawah sistem EPS menjelaskan tujuan dibuat MoU adalah; Untuk meneruskan kerangka kerja yang nyata untuk kerja sama antara Para Pihak dan untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam proses pengiriman tenaga
kerja Indonesia ke Republik Korea (selanjutnya disebut sebagai “Korea”, dengan menetapkan ketentuan-ketentuan bagi Para Pihak yang harus diikuti mengenai pengiriman tenaga kerja berdasarkan Sistem Ijin Kerja (EPS) untuk Tenaga Kerja Asing di Korea.
Korea Selatan menetapkan sistem EPS untuk memungkinkan pemilik perusahaan mempekerjakan TKI legal dengan pengupahan yang sesuai dengan standar TKA yang diakui. EPS juga membantu stakeholder untuk mengelola TKI dengan cara terorganisir. EPS menegaskan bahwa TKI merupakan tenaga kerja berstatus visa low-skilled worker yang memungkinkan kepemilikan kontrak antara TKI dan pemilik perusahaan. Terdapat beberapa kunci penting yang terpaparkan dalam MoU melalui skema EPS, yaitu;
1. Dengan mempekerjakan TKI, mereka dilindungi oleh perjanjian G to G, dimana Korea telah menandatangani MoU ini dengan 10 negara dan dengan lima negara negosiasi baru lainnya;
2. EPS dikelola oleh pemerintah namun pengusaha atau pemberi pekerjaan tetap memilih sendiri pekerja untuk perusahaan mereka;
3. Izin untuk bekerja adalah selama tiga tahun, namun dapat diperpanjang selama 1 tahun 10 bulan, menjadi 4 tahun 10 bulan. Pekerja dapat kembali bekerja di Korea dengan durasi waktu yang sama jika memenuhi syarat yang telah ditetapkan;
4. Anggota keluarga tidak diizinkan untuk bergabung dengan pekerja;
5. Selain dari batasan khusus perusahaan, TKI dilindungi berdasarkan undang-undang standar tenaga kerja yang sama dengan tenaga kerja lokal. Mereka memiliki hak untuk mendapatkan upah minimum yang dijamin, untuk membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja, dengan perundingan bersama serta aksi bersama;
6. EPS menjamin hak asasi mendasar dari TKI, dimana adanya penerapan hukum ketenagakerjaan yang sama dengan pekerja Korea. Adanya undang-undang standar tenaga kerja, undang-undang upah minimum, undang-undang keselamatan dan kesehatan pekerja;
7. TKI berhak atas manfaat yang sama termasuk kompensasi asuransi. Korea Selatan dalam ketentuan hukum nasionalnya juga mengatur mengenai perlakuan yang setara baik bagi pekerja asing berupa beberapa asuransi,
yaitu:
a. Departure guarantee insurance untuk severance pay (jaminan keberangkatan);
b. Guarantee insurance untuk overdue wage (jaminan keterlambatan gaji);
c. Return cost insurance untuk tiket pulang ke negara asal kerja;
d. Casualty insurance, termasuk asuransi kesehatan (asuransi kecelakaan industri, asuransi tenaga kerja dan asuransi kesehatan nasional) dan kematian yang tidak terkait dengan pekerja legal
maupun pekerja ilegal.
Korea Selatan yang beribukotakan Seoul, dapat dicapai dalam tiga jam dengan pesawat dari sekitar 66 kota besar yang ditinggali oleh satu milyar penduduk. Ini menjadikan Korea merupakan jalur masuk investasi ke wilayah Asia Timur yang mudah diakses. Bahkan, perusahaan-perusahaan dapat
menggunakan Korea sebagai ajang percobaan sebelum melangkah ke pasar internasional. Selain itu juga, terdapat sekitar 500 perusahaan yang telah masuk di Korea.Salah satu negara yang bekerjasama dengan Korea Selatan terhadap penerimaan TKA adalah Indonesia. Kerjasama antara Indonesia - Korea Selatan dalam hal pengiriman TKA, didasari dari kepentingan akan kebutuhan Korea yang ingin dicapai. Dimana dimaksudkan bahwa, Korea membutuhkan tenaga kerja asal Indonesia guna membantu dalam peningkatan perekonomian negara tersebut. Seperti yang diungkapkan Bapak Madi selaku perwakilan dari Human Resource Development Service of Korea (HRD Korea) di Jakarta,
bahwa; Korea Selatan ingin bekerjasama dengan Indonesia sebagai negara penerima TKI karena kebutuhan akan tenaga kerja tidak mampu di cukupi oleh tenaga kerja dalam negeri sehingga perlu didatangkan tenaga kerja asing, di samping itu untuk mempererat hubungan kerjasama antar kedua
negara.Korea Selatan telah menerima TKI sebagai tenaga kerja low-skill sejak tahun 1994 dengan melalui skema program pelatihan TKI yang disebut Industrial Trainee Program (ITP). Hal tersebut terjadi disebabkan Korea Selatan belum menerima TKI sebagai tenaga kerja, dimana status TKI saat itu berbeda dengan peserta ITP. Peserta ITP merupakan tenaga kerja low-skill yang bekerja dengan status sebagai pekerja pelatihan pada industri-industri di Korea Selatan. Peserta ITP juga memperoleh upah lebih rendah karena berstatus sebagai peserta pelatihan yang dikirim ke Korea bukan sebagai TKA pada umumnya. Selain itu, peserta ITP tidak memenuhi syarat untuk hak tenaga kerja legal. Hal ini menyebabkan kesenjangan terhadap kesejahteraan antara peserta ITP dan tenaga kerja lokal sehingga menyebabkan peserta ITP meninggalkan tempat kerja yang kemudian menjadikan mereka berstatus tenaga kerja ilegal. Kasus peserta ITP yang berstatus ilegal kemudian membuat Korea
mengeluarkan kebijakan dalam MoU mengenai sistem penerimaan TKI melalui skema Sistem Ijin Kerja atau Employment Permit System (EPS). MoU ini mengatur mengenai biaya penempatan tenaga kerja, pembentukan Joint Working Group (kerjasama antar kedua pihak), dan pelaksanaan Employment Permit System-Test of Proficiency in Korean (EPS-TOPIK) atau ujian masuk
ke Korea Selatan bagi pekerja asing, seperti halnya TKI. Sebelumnya, ujian masuk ke Korea disebut Korean Languange Proficiency Test (KLPT) hingga tahun 2007, kemudian pada tahun 2007 hingga 2010 disebut Employment Permit System-Korean Languange Test (EPS-KLT), dan berganti nama lagi menjadi EPS-TOPIK hingga sekarang. Pada pengertiannya, MoU melalui skema EPS merupakan kebijakan ketenagakerjaan Pemerintah Korea Selatan yang menetapkan bahwa TKI hanya dapat bekerja di Korea setelah pemerintah negara asal tenaga kerja membuat perjanjian bilateral dengan Pemerintah Republik Korea Selatan. MoU ini dimaksudkan untuk menciptakan transparansi dan efisiensi bagi penempatan TKI ke Korea Selatan. MoU juga menjelaskan bahwa pengiriman TKI ke Korea Selatan hanya dapat dilakukan oleh pemerintah melalui mekanisme Government to Government (G to G).EPS pertama kali disahkan melalui MoU antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Korea Selatan pada tanggal 13 Juli 2004.Kedua pihak terkait yaitu antara The Ministry of Manpower and Transmigration Indonesia (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia / Kemnakertrans) dan The Ministry of Employment and Labor Korea (Kementrian Pekerjaan dan Tenaga Kerja Korea) atau disingkat MOEL.
Sejak disahkannya sistem EPS, ini menjadi dasar dilakukan kerjasama pengiriman TKI antara Indonesia dan Korea Selatan. Berdasarkan MoU kedua pihak dibawah sistem EPS menjelaskan tujuan dibuat MoU adalah; Untuk meneruskan kerangka kerja yang nyata untuk kerja sama antara Para Pihak dan untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam proses pengiriman tenaga
kerja Indonesia ke Republik Korea (selanjutnya disebut sebagai “Korea”, dengan menetapkan ketentuan-ketentuan bagi Para Pihak yang harus diikuti mengenai pengiriman tenaga kerja berdasarkan Sistem Ijin Kerja (EPS) untuk Tenaga Kerja Asing di Korea.
Korea Selatan menetapkan sistem EPS untuk memungkinkan pemilik perusahaan mempekerjakan TKI legal dengan pengupahan yang sesuai dengan standar TKA yang diakui. EPS juga membantu stakeholder untuk mengelola TKI dengan cara terorganisir. EPS menegaskan bahwa TKI merupakan tenaga kerja berstatus visa low-skilled worker yang memungkinkan kepemilikan kontrak antara TKI dan pemilik perusahaan. Terdapat beberapa kunci penting yang terpaparkan dalam MoU melalui skema EPS, yaitu;
1. Dengan mempekerjakan TKI, mereka dilindungi oleh perjanjian G to G, dimana Korea telah menandatangani MoU ini dengan 10 negara dan dengan lima negara negosiasi baru lainnya;
2. EPS dikelola oleh pemerintah namun pengusaha atau pemberi pekerjaan tetap memilih sendiri pekerja untuk perusahaan mereka;
3. Izin untuk bekerja adalah selama tiga tahun, namun dapat diperpanjang selama 1 tahun 10 bulan, menjadi 4 tahun 10 bulan. Pekerja dapat kembali bekerja di Korea dengan durasi waktu yang sama jika memenuhi syarat yang telah ditetapkan;
4. Anggota keluarga tidak diizinkan untuk bergabung dengan pekerja;
5. Selain dari batasan khusus perusahaan, TKI dilindungi berdasarkan undang-undang standar tenaga kerja yang sama dengan tenaga kerja lokal. Mereka memiliki hak untuk mendapatkan upah minimum yang dijamin, untuk membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja, dengan perundingan bersama serta aksi bersama;
6. EPS menjamin hak asasi mendasar dari TKI, dimana adanya penerapan hukum ketenagakerjaan yang sama dengan pekerja Korea. Adanya undang-undang standar tenaga kerja, undang-undang upah minimum, undang-undang keselamatan dan kesehatan pekerja;
7. TKI berhak atas manfaat yang sama termasuk kompensasi asuransi. Korea Selatan dalam ketentuan hukum nasionalnya juga mengatur mengenai perlakuan yang setara baik bagi pekerja asing berupa beberapa asuransi,
yaitu:
a. Departure guarantee insurance untuk severance pay (jaminan keberangkatan);
b. Guarantee insurance untuk overdue wage (jaminan keterlambatan gaji);
c. Return cost insurance untuk tiket pulang ke negara asal kerja;
d. Casualty insurance, termasuk asuransi kesehatan (asuransi kecelakaan industri, asuransi tenaga kerja dan asuransi kesehatan nasional) dan kematian yang tidak terkait dengan pekerja legal
maupun pekerja ilegal.